Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Kemanusiaan Surya Paloh membantah pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang menyebut pembebasan 10 warga negara Indonesia yang disandera kelompok militan Abu Sayyaf menggunakan uang tebusan.
Staf Khusus Surya Paloh bidang komunikasi, Charles Meikyansah menerangkan timnya murni menggunakan pendekatan kebudayaan dalam proses pembebasan 10 WNI tanpa pernah bertemu atau berkomunikasi dengan kelompok Abu Sayyaf.
“Kami tetap menyatakan ini proses kemanusiaan dengan pendekatan kultural. Tidak ada mengeluarkan uang, perusahaan apapun tidak mengeluarkan uang,” kata Charles saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (2/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Megawati dalam acara diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat menyebut 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf bisa dibebaskan karena uang tebusan yang diminta telah dibayarkan.
“Pernyataan itu silakan dikonfirmasi ke Megawati,” kata Charles.
Bantahan serupa juga pernah disampaikan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Dia mengatakan, tidak ada pembayaran tebusan dalam proses pembebasan sepuluh warga negara Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf, baik oleh pemerintah maupun perusahaan.
"Yang jelas tidak ada yang bayar," ujar Pramono, saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (2/5).
Pramono mengatakan, pembebasan para anak buah kapal Brahma 12 merupakan hasil upaya diplomasi total dari pemerintah, khususnya presiden dan para pembantunya. Selain itu, ada pula keterlibatan para pihak di luar pemerintah yang mengupayakan pembebasan.
Menurut Charles, Tim Kemanusiaan Surya Paloh merupakan gabungan dari Yayasan Sukma, kelompok Media Group dan Fraksi Partai NasDem DPR. Yayasan Sukma disebutnya punya andil besar dalam proses negosiasi dengan menemui sejumlah tokoh masyarakat, pemerintah Mindanao, dan beberapa yayasan serta lembaga kemanusiaan.
“Semua kegiatan ini di bawah koordinasi Presiden lewat Menteri Luar Negeri,” kata Charles.
Yayasan Sukma telah berdiri sejak tahun 2005, setelah tragedi tsunami melanda Provinsi Aceh pada 2004. Yayasan yang dipimpin Ahmad Baidowi dan Samsul Rizall Panggabean itu telah membangun Sekolah Sukma Bangsa di tiga kabupaten di Provinsi Aceh, yakni di Pidie, Bireun, dan Lhokseumawe.
Terkait keikutsertaan dalam pembebasan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf, Charles menjelaskan Yayasan Sukma telah menjalin kerja sama dengan pemerintah otonomi Moro Selatan di bidang pendidikan.
Hal tersebut, kata Charles, menjadi alasan untuk mengikutsertakan Yayasan Sukma. Terlebih, situasi di lokasi Abu Sayyaf beroperasi, Pulau Mindanao, serupa dengan kondisi di Provinsi Aceh.
“Pulau Mindanao itu seperti di Aceh, mayoritas warganya memeluk agama Islam dan sering terjadi konflik,” kata Charles.
(ags)