Jakarta, CNN Indonesia --
"Pemerintah tidak mendukung siapapun, apalagi mendukung seseorang yang dulu justru menjual dan bertindak dengan mengatasnamakan Presiden."Kalimat itu diucapkan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk mengonfirmasi isu pemerintah Indonesia mendukung salah satu calon Ketua Umum Golkar yang akan dipilih pada Musyawarah Nasional Luar Biasa partai itu akhir pekan ini.
Sepekan terakhir muncul kabar salah satu calon ketua umum Golkar mendapat dukungan Istana sehingga hampir dipastikan bakal duduk di pucuk kepemimpinan Partai Beringin tiga tahun ke depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Isu tersebut pertama kali digulirkan dari internal Golkar sendiri, tepatnya oleh Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia pada sebuah acara diskusi, Ahad (8/5).
Saat itu Ahmad mengatakan mantan Ketua DPR Setya Novanto mendapat dukungan untuk menjadi ketua umum Golkar dari Pemerintah Indonesia. Dukungan itu pun disebut Ahmad membuat gelaran Munaslub Golkar jadi ajang formalitas belaka.
Sehari setelah isu tersebut menyebar, berbagai bantahan muncul, mulai dari Tim Sukses Setya Novanto, panitia Munaslub, hingga pemerintah sendiri.
Yorrys Raweyai, Wakil Ketua Panitia Penyelenggara Munaslub Golkar, menyatakan isu skenario pemenangan Setya Novanto karena dia didukung pemerintah, tak benar.
Panitia Munaslub Golkar, kata Yorrys, memang sering bertemu perwakilan pemerintah, tapi tak ada satupun pembicaraan mengarah kepada dukungan untuk salah satu calon ketua umum.
"Itu isu yang saya kecewakan. Kenapa isu itu harus keluar dari kader,” kata Yorrys.
Namun bantahan dari panitia itu bukannya meredakan suasana, melainkan jutru memperkeruh.
Selain itu, sebuah pesan berantai berinisial LBP muncul. Isinya menyebut nama Jokowi sebagai pihak pemerintah yang memberi dukungan terhadap Setya Novanto (SN). Berikut isi pesan itu.
1. LBP tegaskan dukungan ke SN atas nama Presiden, dan dia pertaruhkan jabatan untuk itu. 2. Dia akan perintahkan Kapolda dan Kapolres se-Indonesia untuk dukung SN beserta dengan Dandim dan Pangdam. 3. Meminta enam Ketua DPD Provinsi Golkar untuk mengumpulkan seluruh DPD Provinsi dan Kabupaten/Kota.Inisial LBP yang tertera pada pesan tersebut lantas memunculkan spekulasi bahwa pengirim pesan ialah Luhut Binsar Pandjaitan, kader Golkar yang tak lain merupakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Luhut langsung membantah, menyatakan pemerintah Indonesia bersikap netral dan tak mendukung salah satu calon ketua umum Golkar.
"Kalau saya dukung dia (Setya Novanto), itu saya sebagai anggota Golkar, hak prerogatif saya. Itu kalau (saya mendukungnya) ya," ujar Luhut.
Antara Setya dan LuhutHubungan Setya Novanto dan Luhut Pandjaitan selama setahun terakhir tak lepas dari kontroversi. Yang paling menghebohkan adalah kasus "Papa Minta Saham" yang menjerat Setya dan akhirnya menyeret nama Luhut.
Saat itu Setya dituduh mencatut nama Jokowi kala membicarakan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia dengan pengusaha Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Sjafrie Sjamsoeddin. Pembicaraan ketiganya sempat menyinggung nama Luhut.
Kasus Setya tersebut diusut oleh Mahkamah Kehormatan Dewan DPR dan Kejaksaan Agung. Luhut pun sempat memberikan kesaksian, tepatnya bantahan, di hadapan majelis hakim MKD. Ia mengatakan tak terlibat pada kasus itu.
Publik lantas mendesak agar MKD mencopot Setya dari jabatannya sebagai Ketua DPR. Namun ketika MKD akan mengumumkan hasil sidangnya, Setya mengumumkan mundur dari kursi Ketua DPR. Kasusnya pun berakhir tanpa kejelasan, dan kini Setya berganti jabatan menjadi Ketua Fraksi Golkar DPR.
Saat kasus dugaan pencatutan nama Jokowi olah Setya Novanto telah pudar, kini giliran muncul dugaan nama sang Presiden kembali dicatut untuk melanggengkan jalan Setya ke kursi Beringin Satu.
Dimintai tanggapan soal kemungkinan dicatutnya nama dia dalam pertarungan internal Partai Golkar, Jokowi hanya berkomentar singkat, “Apa saya pernah marah?”
(agk)