Jakarta, CNN Indonesia -- Warga Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, segera mengajukan gugatan perwakilan kelompok atau
class action kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang berencana menggusur wilayah mereka dalam waktu dekat. Gugatan diajukan warga melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (10/5).
Kuasa hukum warga, Vera WS Soemarwi, mengatakan gugatan kepada Pemprov Jakarta diajukan oleh warga dari tiga Rukun Warga di Bukit Duri, yakni RW 10, 11, dan 12.
Gugatan diajukan karena Pemprov DKI Jakarta disebut berencana menggusur kawasan Bukit Duri akhir bulan ini. Penggusuran dilakukan untuk membangun trase Kali Ciliwung dari Pintu Air Manggarai hingga Kampung Melayu, Jakarta Timur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gugatan tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, Pemprov DKI, dan Pemerintah Kota Jakarta Selatan,” kata Vera di Bukit Duri, Jakarta Selatan, Kamis (12/5).
Menurutnya, warga mendengar pada sosialisasi 2 Mei lalu bahwa akhir bulan ini Pemkot Jakarta Selatan akan melakukan penggusuran.
“Karena selama menjalankan proses ini pemerintah telah melakukan beberapa tindakan melawan hukum, maka warga minta program ini dihentikan," ujar Vera.
Warga Bukit Duri menuding Pemprov Jakarta melanggar hukum dan ingkar janji jika tetap melakukan penggusuran. Sebab pada 16 Oktober 2012, Joko Widodo selaku Gubernur DKI Jakarta kala itu telah berjanji tak akan menggusur Bukit Duri.
Jokowi saat itu bahkan disebut ingin menata kawasan Bukit Duri dengan membangun kampung susun manusiawi Bukit Duri (KSM-BD).
"(Revitalisasi Bukit Duri) dengan cara dibangun kampung susun manusiawi. Kemudian, jaraknya lima meter dari kali dan akan dilakukan pelebaran sungai hanya 20 sampai 35 meter," kata Vera.
Namun pasca Jokowi menjabat sebagai Presiden, janji yang sempat diucapkan pun sirna. Rencana penggusuran kawasan Bukit Duri kembali mencuat. Padahal, kata Vera, ada ratusan warga di sana yang memiliki sertifikat hak milik tanah dan bangunan.
"Usulan kami sederhana, kalau ganti rugi itu tukar guling lahan. Karena prinsip relokasi itu kondisi kehidupan sesudah direlokasi harus lebih baik daripada sebelumnya. Kalau kualitas hidupnya semakin hancur, yang tadinya punya lahan disuruh menyewa rusunawa di Rawa Bebek, apakah ini memanusiakan warga?" kata tokoh Bukit Duri, Sandyawan Sumardi.
Dari data LBH Jakarta, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dinilai sebagai gubernur yang paling banyak menggusur permukiman warga. Sejak Januari hingga Agustus 2015, tercatat ada 3.433 keluarga yang menjadi korban penggusuran.
Jika penggusuran kawasan Bukit Duri jadi dilakukan, maka jumlah korban pun akan bertambah. Sampai saat ini tercatat ada 1.275 warga yang berpotensi terkena dampak penggusuran kawasan Bukit Duri.
(agk)