Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan, hukuman kebiri medis yang tertuang pada draf peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang perlindungan anak dari tindakan kekerasan seksual merupakan hukuman tambahan.
"Kebiri medis hanya hukuman tambahan. Ini kan tidak dipukul rata, tidak setiap pelaku dikebiri. Kalau dia paedofil, berulang, itu sangat perlu diperlakukan dengan kebiri medis, bukan kebiri kastrasi," ujar Yasonna di Jakarta, Kamis (12/5).
Yasonna berkata, hakim nantinya wajib melihat fakta atas tindakan kejahatan seksual yang dilakukan pelaku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fakta-fakta tersebut, kata dia, harus dicocokkan dengan undang-undang yang paling pas untuk dikenakan kepada pelaku pelecehan seksual terhadap anak.
Yasonna mengatakan, sebelum memvonis pelaku kekerasan seksual terhadap anak dengan hukuman kebiri medis, hakim diharuskan mempertimbangkan pendapat ahli.
"Pendapat pakar pasti didengar oleh hakim," kata dia.
Yasonna menyebut, hukuman kebiri medis ini tidak akan diberikan kepada pelaku yang masih di bawah usia 18 tahun.
Alih-alih, kata dia, pelaku dan korban yang tergolong anak sepatutnya mendapatkan pendampingan secara psikologis.
"Korban dan pelaku anak perlu pendampingan secara psikologis, terapi kejiwaan dan terapi medis. Kebiri bukan untuk anak-anak," ujarnya.
Rabu kemarin, pemerintah sepakat memfinalisasi draf perppu soal perlindungan anak dari tindakan kekerasan seksual yang juga memuat soal kebiri.
Draf tersebut ditargetkan masuk ke dalam pembahasan Dewan Perwakilan Rakyat 17 Mei mendatang.
(abm)