Jakarta, CNN Indonesia -- Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia menyatakan tidak pernah meminta bantuan Tentara Nasional Indonesia dalam mengamankan program penggusuran yang dimiliki Pemerintah Daerah selama ini.
Menurut Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Boy Rafli Amar, kewenangan untuk meminta bantuan tentara dalam pengamanan program penggusuran dimiliki oleh Pemda. Polisi disebut tak pernah meminta bantuan dalam pengamanan program tersebut.
"Penggusuran tanya Pemda terkait ya. Polisi tidak minta bantuan terkait penggusuran. Coba ditanya Pemda yang punya acara," kata Boy saat dihubungi, Jumat (13/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Boy berkata, biasanya polisi meminta bantuan tenaga TNI kala menghadapi teroris atau ancaman negara yang besar. Ia mencontohkan, pada operasi pencarian kelompok teroris Santoso di Poso, Sulawesi Tengah, polisi meminta bantuan TNI untuknya.
"(Bantuan biasanya) saat menghadapi terorisme seperti di Poso sekarang," katanya.
Kritik atas keterlibatan TNI dan polisi dalam pelaksanaan program penggusuran sebelumnya sempat disampaikan oleh Ombudsman Republik Indonesia. Menurut pimpinan Ombudsman Alamsyah Saragih, pengerahan tentara dalam penggusuran harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun tahun 2004 tentang TNI.
"Bila pengerahan personel tentara dilakukan untuk pelaksanaan penggusuran, pastikan pelibatan itu sesuai dengan Pasal 7 UU 34/2004 tentang TNI yang mengatur tugas pokok tentara pada penegakan kedaulatan negara dan pemertahanan wilayah NKRI," kata Alamsyah.
Menurut Alamsyah, pengerahan tentara untuk melakukan suatu kegiatan seharusnya melalui mekanisme hubungan kerja pemerintah dengan DPR. Aparat TNI memiliki dua tugas utama yaitu menjalani operasi militer perang dan non perang.
Untuk menjalani operasi militer non perang, tentara harus dikerahkan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Hal tersebut sudah termaktub dalam Pasal 7 ayat 3 UU tersebut.
(bag)