Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua lembaga pemerhati hak asasi manusia Setara Institute, Hendardi, menilai sikap Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu terkait atribut palu dan arit serta buku-buku ideologi komunisme akan berdampak negatif bagi kondisi sosial-politik.
"Tindakannya bertentangan dengan nalar publik, mengancam kebebasan berpikir, kebebasan berekspresi dan ilmu pengetahuan," kata Hendardi dalam keterangan pers, Minggu (15/5).
Presiden Joko Widodo, kata Hendardi, seharusnya menegur Ryamizard yang justru menimbulkan kegaduhan dan kecemasan masyarakat dengan tindakannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hendardi menyebut Ryamizard "mempermalukan Indonesia dengan penerapan politik represi dalam menangani persoalan bangsa."
Selain itu, menurut Hendardi, Ryamizard juga salah mengartikan perintah Jokowi untuk melakukan penegakan hukum terhadap penyebaran komunisme.
"Sesungguhnya perintah itu bukan untuk TNI, melainkan Polri sebagai penegak hukum," kata Hendardi.
Sebelumnya, Ryamizard menyatakan penegakan hukum yang dilakukan aparat terkait hal-hal berbau komunisme semata demi keamanan negara. Ia tidak ingin keributan terjadi akibat penyebaran ajaran tersebut.
"Jadi semua yang dilaksanakan adalah sesuai undang-undang, tidak mengarang-ngarang. Saya sebagai Menteri Pertahanan tidak ingin di republik ini ada ribut-ribut. Apalagi ada perkelahian atau pertumpahan darah," ujarnya.
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu berkata, penindakan hukum seperti pemberangusan buku-buku dan atribut lain yang dianggap bermuatan komunisme sesuai dengan UU 27/1999 tentang Perubahan KUHP yang Berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara.
Ryamizard menuturkan, dia hanya ingin mengingatkan masyarakat alih-alih memprovokasi. Menurutnya, sejarah yang tak baik sebaiknya tidak diungkit-ungkit kembali.
"Yang dulu-dulu, sudahlah. Kenapa diutak-atik lagi? Kan sudah lupa, kok diungkit-ungkit lagi. Pasti kalau dipancing-pancing akan ada kejadian seperti itu. Saya enggak ingin seperti di Timur Tengah yang berkelahi, berperang begitu. Enggak boleh," tuturnya.
(abm)