Jakarta, CNN Indonesia -- Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Daryanto mengakui, pengawasan terhadap potensi penyelewengan dana pendidikan di tingkat daerah belum optimal dan rentan penyelewengan. Namun hal itu bisa ditekan dengan menyadarkan dan menerapkan sistem pengawasan yang ia sebut sebagai tiga lini pertahanan (
three lines of deffense).
Tiga lini bentuk pengawasan ini terdiri dari lapisan pertama yakni pengawasan pada tahap manajemen. Lapisan pengawasan pertama ini bertumpu pada pihak pengelola dana terkait, dalam hal ini dinas pendidikan di daerah-daerah.
Dinas pendidikan menjadi tumpuan pertama terkait kesadaran terhadap fungsi kontrol pengelolaan dana yang ada pada instansinya secara akuntabel, transparan, dan taat hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika pada lembaga daerahnya sebagai lini pertama pengawasan saja sudah gagal, bentuk pengawasan oleh pihak lain menjadi percuma sifatnya," ucap Daryanto saat ditemui CNNIndonesia.com di kantornya, Rabu (18/5).
Aparat Pengawasan Interen Pemerintah (APIP) menjadi lini kedua dalam sistem pengawasan pengelolaan dana pendidikan di tingkat daerah. APIP terdiri dari Inspektorat Provinsi dan Kota/Kabupaten yang berperan sebagai auditor internal pengelolaan dana yang terjadi di dinas pendidikan daerah.
Mekanisme pengawasan yang dilakukan Inspektorat Provinsi atau Kota termasuk dalam program kerja pengawasan tahunan. Setiap bulan Inspektorat Provinsi atau Kota melakukan audit pengawasan dana pendidikan yang ada di daerah. Jika terjadi kejanggalan dalam hasil audit, mereka segera menginvestigasi dan berkoordinasi pada kepala daerah masing-masing.
Di lini ketiga, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi auditor eksternal dalam sistem pengawasan dana pendidikan. Peran BPKP dalam hal ini menjadi pihak yang berwenang melakukan pengawasan lintas sektoral.
''Kami meminta BPKP untuk melakukan pengawasan dana pendidikan lintas sektoral. Idealnya BPKP dapat mengkoordinir kementerian-kementerian terkait dana pendidikan,'' kata Daryanto.
Menurut Daryanto, jika sistem pengawasan ini benar-benar dijalankan secara maksimal, tindak korupsi dan berbagai penyelewengan dana pendidikan dapat ditekan lebih optimal lagi
"Jika dijalankan, lini paling ujung diharapkan bisa mencegah indikasi korupsi terkait dana pendidikan selama ini, ya paling tidak bisa mengurangi lah,'' tambahnya.
Lemahnya pengawasan di sektor pengelolaan anggaran pendidikan di tingkat daerah terlihat dari masih maraknya tindak korupsi di sektor pendidikan yang melibatkan lembaga-lembaga pendidikan daerah.
"Secara fakta bisa disimpulkan seperti itu, walaupun fakta ini harus bisa dipahami secara lebih luas lagi," ujar Daryanto.
Organisasi nirlaba Indonesia Corruption Watch sebelumnya mencatat dari sekitar 425 kasus korupsi di sektor pendidikan selama kurun 2005-2016, 215 kasus di antaranya melibatkan dinas pendidikan. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp457 miliar.
Potensi kerugian ratusan miliar itu dinilai masuk akal terjadi lantaran sebagian anggaran pendidikan dikelola oleh Dinas Pendidikan daerah. Dari total anggaran pendidikan pada tahun 2016 sebesar Rp424,7 triliun, 33,8 persen dikelola oleh pemerintah pusat dan 64,9 persen dikelola oleh lembaga pendidikan daerah-daerah.
Pengawasan Pusat di DaerahDaryanto menekankan, kewenangan Kemdikbud terbatas pada pengawasan dan pemberian sanksi terkait pengelolaan dana pendidikan daerah. Kemdikbud melalui Inspektorat Jenderal memang melakukan pengawasan mencakup seluruh Indonesia.
Namun dalam hal pengawasan dan penetapan sanksi pada pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di daerah itu sepenuhnya menjadi kewenangan Inspekotrat Provinsi dan Kota.
"Kewenangan Inspektorat Jenderal dalam pengawasan di daerah itu terbatas oleh otonomi daerah. Pengawasan di daerah tetap ada tapi bersifat sampling, jika detail pengawasan keuangan itu kewenangan Inspektorat Provinsi/Kota" ujar Daryanto.
Meski kewenangan pemerintah pusat dalam pengawasan dana pendidikan di daerah terbatas, kata Daryanto, namun pengawasan tetap dilakukan. Pengawasan tersebut pada umumnya berkaitan dengan pengimplementasian kebijakan dan regulasi pusat oleh daerah.
"Ada pengawasan ke daerah-daerah dari Inspektorat Jenderal tapi terbatas pada sampling saja seperti pengawasan alokasi Biaya Operasional Sekolah, Dana Alokasi Khusus, dan sertifikat guru," katanya.
Jika dalam investigasi audit pengawasan di daerah ditemukan adanya pelanggaran, Inspektorat Jenderal tidak bisa serta-merta memberi sanksi.
"Inspektorat Jenderal lebih kepada memberi laporan dan rekomendasi kepada pemerintah daerah, selanjutnya pemerintah daerah berkoordinasi dengan Inspektorat wilayahnya masing-masing," kata Daryanto.
(gil)