Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Bareskrim Polri memutuskan untuk menangguhkan penahanan dua tersangka kasus pencucian uang dan korupsi jual beli kondensat bagian negara antara Badan Pelaksana Kegiatan Usaha hulu Minyak dan Gas (BP Migas) dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI).
Penangguhan dilakukan karena dua tersangka, mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan mantan Deputi Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, sakit dan harus menjalani perawatan.
Hal tersebut dibenarkan oleh Direktur Tindak Pidana Khusus Brigadir Jenderal Agung Setya. "Sudah dua pekan lalu kami tangguhkan penahanannya," kata Agung di Mabes Polri, Senin (23/5).
Sakit yang diderita dua tersangka tidak bisa ditangani di dalam tahanan. Oleh sebab itu penahanan keduanya ditangguhkan agar keduanya mendapat perawatan intensif. Agung menjamin keduanya tak akan berobat di luar negeri karena sudah dicegah untuk bisa bepergian ke luar negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka menjalani perawatan bersama keluarganya," kata Agung.
Hingga saat ini belum ada satupun berkas penyidikan kasus TPPI yang dinyatakan lengkap oleh pihak jaksa. Kasus ini sudah berjalan sejak pertengahan 2015 yang lalu.
Agung mengungkapkan, berkas penyidikan kasus TPPI masih berstatus P19 alias belum lengkap. Salah satu yang membuat berkas tersebut belum lengkap adalah hitung-hitungan perihal kerugian yang dialami negara.
Berdasarkan hasil ekspose beberapa waktu lalu, Polri dan Kejaksaan Agunh meyakini bahwa kerugian negara akibat korupsi kondensat mencapai Rp 35 triliun.
"Kami harus hitung ulang berapa kerugian negara karena ada hal baru yang kami temukan," ujar Agung.
Dalam kasus ini diduga telah terjadi kerugian sebesar Rp 35 triliun karena TPPI mengambil kondensat bagian negara dari BP Migas tanpa disertai kontrak yang sah pada 2009 silam. Selain itu, polisi juga mempermasalahkan penunjukan TPPI sebagai rekanan yang diduga tidak sesuai prosedur.
Tindak pidana korupsi terjadi setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan menyelamatkan TPPI yang terancam bangkrut. Kebijakan tersebut dihasilkan dalam rapat yang dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 2008.
Tersangka berdalih hanya mengkikuti kebijakan tersebut, tapi polisi tidak mempermasalahkan. Penyidik menilai kebijakan itu baik karena pemerintah saat itu memerintahkan kondensat agar diolah menjadi migas untuk dijadikan bahan bakar premium, solar dan minyak tanah, dalam rangka memenuhi keperluan dalam negeri.
Penyidik justru menilai TPPI tidak mengikuti kebijakan tersebut dan malah mengolah kondensat itu menjadi aromatik atau bahan dasar biji plastik.
(sur)