Banyak Hakim Terima Suap, Sistem Rekrutmen Dinilai Bermasalah

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Kamis, 26 Mei 2016 02:47 WIB
Pakar hukum Eddy Os Hiariej berpendapat, rekrutmen hakim yang tidak terbuka sangat mempengaruhi mentalitas seorang hakim.
Pakar hukum Eddy Os Hiariej berpendapat, rekrutmen hakim yang tidak terbuka sangat mempengaruhi mentalitas seorang hakim. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar hukum Eddy Os Hiariej mengatakan, banyaknya hakim yang rentan disuap pihak bersengketa di pengadilan disebabkan sistem rekrutmen hakim yang bermasalah. Eddy berpendapat, rekrutmen hakim yang tidak terbuka sangat mempengaruhi mentalitas seorang hakim.

"Sudah jadi rahasia umum kalau mau jadi hakim, jaksa, atau polisi itu bisa lewat titipan atau bayar. Walaupun ada juga yang tetap murni mengikuti tes," ujar Eddy dalam sebuah diskusi di Pegangsaan, Jakarta Pusat, Rabu (25/5).

Pengajar di Universitas Gadjah Mada ini membandingkan dengan sistem rekrutmen hakim yang ada di Belanda. Untuk menjadi hakim di negara kincir angin itu, seorang sarjana hukum mesti mengikuti pendidikan aparat penegak hukum selama tujuh tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Coba di Indonesia, untuk jadi hakim tesnya saja pilihan ganda. Ini kan tidak menjamin," katanya.

Eddy mengatakan, lembaga peradilan pun selama ini belum mampu memberikan efek jera pada hakim yang menerima suap tersebut. Alih-alih memberikan hukuman, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menerapkan kebijakan 'amputasi' atau menghentikan semua hakim bermasalah.

"Hentikan dulu semua hakim bermasalah itu, kemudian lakukan perekrutan hakim baru yang bersih," tutur Eddy.

Kebijakan ini, menurut Eddy, pernah diterapkan di peradilan kota Georgia, Eropa. Sambil menunggu proses rekrutmen, perkara yang saat itu sedang berjalan di Georgia ditangani langsung oleh hakim dari Inggris maupun Belanda.

Hanya saja Eddy menilai kebijakan ini sulit apabila diterapkan di Indonesia. Sebab selain tak mudah memproses para hakim yang bermasalah itu, biaya operasionalnya pun cukup mahal.

Menurutnya, RUU Jabatan Hakim yang saat ini tengah diproses di DPR bisa menjadi salah satu upaya untuk mencegah suap pada hakim. Meskipun RUU ini mendapat pertentangan dari sejumlah pihak lantaran dalam salah satu poinnya menyebutkan ketentuan hakim yang termasuk Pegawai Negeri Sipil untuk dijadikan pejabat negara. Sementara selama ini yang berstatus sebagai pejabat negara baru hakim agung.

"Jadikan saja sebagai pejabat negara. Kenapa mereka takut, karena kalau jadi pejabat negara kan harus lapor kekayaan negara. Ini langkah tepat untuk menghindari dana-dana yang tidak jelas sumbernya itu," imbuhnya. (gir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER