KULTUM RAMADAN

Toleransi Islam dalam Perbedaan

CNN Indonesia
Kamis, 02 Jun 2016 13:02 WIB
Ada perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah. Tapi sejauh ini, perbedaan itu dianggap sebagai kesinambungan yang tidak membuat orang dianggap kafir.
Ilustrasi. (CNN Indonesia/Fajrian)
Jakarta, CNN Indonesia -- Timur Tengah saat ini terjadi konflik luar biasa. Orang dari satu kelompok dengan kelompok lain saling membunuh tanpa perikemanusiaan. Yang menyedihkan, konflik itu terjadi hanya karena berbeda kelompok dalam agama dan merasa berbeda mahzab satu sama yang lain.

Padahal, mereka semua memeluk agama yang sama, Islam. Di Indonesia, perbedaan dalam kelompok agama juga terjadi. Ada Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Tetapi di negara ini tidak pernah seperti di Timur Tengah karena di Indonesia tidak pernah saling mengkafirkan satu sama lain. NU tidak pernah menganggap Muhammadiyah kafir atau sebaliknya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Paling jauh, masing-masing menganggap, mungkin, yang satu lebih unggul dibanding yang lain. Itu merupakan sesuatu yang wajar. Meski demikian, baik NU maupun Muhammadiyah sejauh ini, masih menganggap perbedaan itu sebagai kesinambungan dan bukan perbedaan yang membuat orang dianggap kafir.

Karena tak bisa disangkal juga, NU dan Muhammadiyah bekerja bersama untuk melahirkan republik ini. Pada suatu kali dalam satu keluarga besar dari kalangan NU mengadakan halal-bihalal.

Ada istilah yang disebut "bani", dengan keluarga besar bernama "Tohir" misalnya. Keluarga besar mengadakan halal bihalal dengan sesepuh memberikan sambutan.

Dia mengatakan, “Alhamdulillah, mari kita bersyukur kepada Allah SWT bahwa seluruh keturunan Bani Tohir ini diberi petunjuk hidayah sebagai orang Islam semua. Minimal Muhammadiyah.”

Jadi Muhammadiyah itu disebut minimal, tapi masih Islam. Sementara sekali waktu yang lain, ada seorang ustaz dari kalangan NU yang tetangganya meninggal. Sang ustaz terlambat takziah.

Ketika dia datang kepada tetangga itu, dia meminta maaf karena terlambat. Si tetangga mengatakan, "Terima kasih, Pak Ustaz. lhamdulillah atas doa Pak Ustaz, Bapak saya di akhir hidupnya sudah semakin baik, tidak lagi suka bit'ah, tidak lagi suka celametan, tidak lagi suka khurofat, ziarah kubur, dan lainnya.”

Sang tetangga melanjutkan, “Cuma gimana lagi ya, Pak Ustaz. Dia itu salat subuh kadang masih pakai qunut."

Jadi si tetangga Muhammadiyah menganggap perkembangan ayahnya yang NU menjadi Muhammadiyah ini suatu kesinambungan yang baik, tetapi tidak menganggap bahwa yang satu terpisah dari persaudaraan keislaman dari yang lain.

Semoga saja cara menghadapi perbedaan seperti yang ada di Indonesia ini bisa dipertahankan, bukan hanya di antara sesama muslim, tapi juga di antara saudara sebangsa.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER