Jakarta, CNN Indonesia -- Puasa selalu memberikan warna dan tantangannya tersendiri bagi setiap orang. Bagi seorang atlet, berurusan dengan tantangan rasanya sudah menjadi tugas harian. Namun, dalam bulan Ramadan, ibadah puasa juga memberi tantangan tersendiri.
Bukan soal perjuangan menahan haus dan lapar, tetapi juga perjuangan menahan kerinduan akan momen kebersamaan dengan keluarga.
Seperti yang diungkapkan oleh pebulutangkis Ihsan Maulana Mustofa. Sosok atlet kelahiran 20 tahun ini sudah berada di Pelatnas sejak lama. Dia pun menjadi salah satu pemain yang diharapkan jadi andalan Indonesia di masa depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai atlet penghuni Pelatnas, Ihsan terhitung sudah cukup lama tinggal di asrama dan hidup jauh dari keluarga.
"Pastinya ada momen yang dirindukan saat saya belum jadi atlet, seperti misalnya bermain dan mengaji bersama teman atau buka puasa bersama keluarga besar di Tasikmalaya," kata Ihsan kepada CNNIndonesia.com.
"Hal itu yang tak pernah bisa lagi saya alami saat ini dan sering saya rindukan," ujarnya.
Bertemu Ramadan saat jauh dari keluarga tak menjadi alasan untuk Ihsan bersantai-santai dalam menjalani puasa. Latihan harian tetap dijalaninya.
"Saya Insya Allah puasa walaupun latihan. Bagi saya, yang terpenting adalah niat dan tekad untuk berpuasa di pagi hari. Sebelum melihat kondisi selanjutnya," katanya.
Ihsan mengungkapkan, tak ada beban tiap kali dia memulai latihan pada pagi hari di bulan puasa. "Untuk latihan pagi, tak ada masalah, namun kelelahan mulai lebih terasa di saat sesi latihan sore," ujar Ihsan.
Pada pertandingan Australia Super Series pekan lalu, Ihsan pun mengaku tetap berpuasa.
"Saat itu waktu bertanding saya jelang berbuka puasa jadi saya bisa minum di tengah pertandingan karena sudah waktunya berbuka," katanya.
Seperti Ihsan, juara dunia bulutangkis dua kali, Mohammad Ahsan juga meneguhkan niat untuk berpuasa di tengah persiapan penting menuju Olimpiade Rio de Janeiro 2016.
"Tak ada pengurangan porsi latihan karena kami sedang bersiap menuju Olimpiade, justru malah ditambah. Hanya pada 1-2 hari awal puasa latihan libur, namun setelah itu latihan berjalan biasa," kata Ahsan.
Dia mengakui bahwa pilihan profesi sebagai atlet membuat dirinya harus siap kehilangan suasana Ramadan bila sedang bertanding di luar negeri.
"Bila saat bulan Ramadan saya ada di luar negeri, tentunya tak bisa merasakan suasana bulan Ramadan seperti halnya saya berada di Indonesia," kata Ahsan.
Ihsan dan Ahsan punya cara tersendiri untuk menikmati momen puasa di tengah tuntutan latihan keras yang selalu mengiringi hari-hari mereka.
"Saya berusaha untuk tetap tarawih dan tadarus. Saya biasa tarawih di Masjid At-Tin sedangkan tadarus saya lakukan sehabis subuh atau jelang menunggu waktu berbuka."
"Bila ingin berbuka bersama orang tua, saya pun bisa segera melakukannya karena orang tua tinggal di Bekasi," ujar Ihsan.
Untuk Ahsan, dirinya masih bisa merasakan suasana kehangatan puasa dengan orang terdekat setelah menikah dan memiliki dua orang anak.
"Dulu saat belum menikah, tentunya jauh dari orang tua dan keluarga karena hanya tinggal di asrama. Namun untuk saat ini setiap sahur dan buka puasa, saya melakukannya di rumah bersama istri dan anak."
"Setiap masakan yang disiapkan oleh istri untuk sahur dan buka pasti saya makan dan habiskan," tutur Ahsan sambil tertawa.
Ganti Puasa di Bulan LainPadatnya jadwal latihan dan pertandingan membuat atlet terkadang harus mengorbankan ibadah puasanya. Hal itu yang juga dialami oleh pebalap F1 asal Indonesia, Rio Haryanto.
Rio mengaku terkadang terpaksa harus membatalkan puasanya karena jadwal latihan dan balapan yang ketat.
"Kalau saat balapan dan latihan, Rio tak puasa. Hal itu untuk membuat Rio terhindar dari dehidrasi. Pasalnya, balapan mengelarkan banyak cairan dan bila dehidrasi dampaknya bisa sampai menyerang otak," kata Ibunda Rio, Indah Pennywati.
Meski harus membatalkan puasa, Rio tak lupa untuk menggantinya di bulan lain saat dirinya sedang tak berkompetisi.
"Rio cukup mandiri untuk urusan beribadah. Bila ada beberapa hari ketika ia tak puasa, maka Rio pasti menggantinya di bulan lain."
Lantaran terbiasa berlalu-lalang di luar negeri untuk merintis karier balap, Rio sudah terbiasa menjalani ibadah puasa di negara-negara yang berbeda. Untuk tahun ini, pekan pertama puasa dijalani Rio di Kanada.
"Saat ada di luar negeri, Rio bisa berpuasa 19 hingga 21 jam. Bila sahur, dia sudah terbiasa bangun sendiri dengan memasang alarm dan membeli makanan di toko dekat hotel tempat ia menginap," kata Indah.
Karena terbiasa bertualang di luar negeri, maka Rio pun sudah sering melewatkan puasa tanpa orang-orang terdekat di sekitarnya.
"Jarang sekali kami berbuka bersama, terakhir kalau tak salah itu pada tahun 2009 lalu. Rio pun bahkan sudah beberapa kali tak pulang saat Hari Raya Idul Fitri tiba. Namun hal itu tak masalah karena Rio masih sering menghubungi kami," ujar Indah.