Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan Indonesia telah berhasil melewati kriris kebakaran hutan tahap pertama tanpa peningkatan titik api yang signifikan.
Menurut Siti, hingga awal Juni ini jumlah hotspot atau titik api hanya berkisar 32 persen persen, jauh menurun ketimbang titik api yang muncul pada tahun sebelumnya.
"Indonesia sudah melewati fase kritis pertama. Sampai Juni kemarin jumlah
hotspot hanya sekitar 32 persen se-Indonesia paling banyak (titik api) di Kalimantan Timur. Jauh menurun dari tahun sebelumnya," ujar Siti di gedung DPR awal pekan ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Siti menyatakan menurunnya titik api pada fase pertama krisis kebakaran hutan bahkan diluar proyeksi KLHK terhadap lima provinsi kritis. Menurutnya, lima provinsi kritis kebakaran hutan seperti Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Jambi tidak menunjukan adanya peningkatan titik api yang signifikan.
"Lima provinsi kritis rata-rata hanya muncul sekitar 19 persen titik api, jadi masih terkendali," kata Siti.
Siti menyatakan telah mempelajari indikasi kebakaran hutan sejak tahun 2014. Pola dan periode kebakaran hutan, selama 15 tahun ini cenderung sama.
Menurutnya, potensi kebakaran hutan setiap tahunnya dapat terbagi menjadi tiga tahap krisis. Fase pertama kebakaran hutan kerap terjadi antara awal bulan Februari hingga Maret. Krisis tahap kedua, menurut Siti, terjadi sekitar akhir Juni hingga akhir Juli.
Sedangkan krisis tahap ketiga, tutur Siti, terjadi sekitar bulan September hingga Oktober. Krisis kebakaran hutan pada fase ini biasanya dipicu akibat musim kemarau yang berlebihan atau biasa disebut fenomena el nino.
Lebih lanjut, berhasilnya fase pertama krisis kebakaran hutan menurut Siti didorong dari optimalisasi strategi pencegahan kebakaran hutan pada tingkat pencegahan.
Pada tingkat pencegahan kebakaran lahan hutan, KLHK memaksimalkan program patroli terpadu yang dilakukan oleh satuan tugas patroli. Satuan tugas patroli hutan yang terdiri dari anggota Polri, TNI, dan masyarakat ini, tutur Siti, melakukan pengawasan keliling areal hutan secara rutin untuk mencegah adanya titik api yang bisa berpotensi menjadi kebakaran.
"Kami perkuat patroli satgas ini hingga tingkat desa yang didukung dengan siatem monitoring hotspot yang juga ditingkatkan," kata Siti.
Menurut Siti, selama ini sistem pengawasan yang ada cenderung masih kerap meleset dalam mendeteksi titik apo yang ada. Oleh karena itu peningkatan sistem monitoring ini terus dilakukan guna meningkatkan optimalisasi pendeteksi titik hotspot secara lebih akurat sehingga penanganan dan pencegahan kebakaran hutan bisa lebih cepat dan sigap lagi.
Pun begitu, Siti menyatakan pihaknya akan terus memaksimalkan upaya pencegahan kebakaran hutan ini. "Kami tetap memaksimalkan upaya pencegahan karhutala ini, ini kan baru tahap pertama krisis saja," katanya.
(pit)