Draf Perubahan UU Pilkada Tak Kunjung Disahkan

Alfani Roosy Andinni | CNN Indonesia
Jumat, 17 Jun 2016 12:59 WIB
Setelah disetujui dalam sidang paripurna DPR, draf perubahan UU Pillkada belum diserahkan ke pemerintah. Kinerja KPU berpotensi terhambat.
Setelah disetujui dalam sidang paripurna DPR, draf perubahan UU Pillkada belum diserahkan ke pemerintah. Kinerja KPU berpotensi terhambat. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Dalam Negeri masih menunggu draf perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah dari DPR. Sebab, meski sudah disetujui dalam rapat paripurna di parlemen sejak 2 Juni lalu, hingga kini UU tersebut tak kunjung diberi nomor.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemengadri Sumarsono mengatakan, draf UU Pilkada itu belum masuk ke Sekretariat Negara dan Kementerian Hukum dan HAM. Padahal, kata dia, dalam tujuh hari dua lembaga itu seharusnya harus sudah dapat memproses draf beleid yang telah disetujui rapat paripurna.

"DPR belum menyampaikannya. Kami masih dalam posisi menunggu. Nomor bisa diberikan kalau kami sudah terima dari DPR," ucapnya di Jakarta, kemarin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sumarsono menuturkan, kementeriannya terus melakukan komunikasi dengan parlemen. Dia mengimbau DPR untuk segera menyerahkan draf UU Pilkada ke pemerintah agar Komisi Pemilihan Umum dapat bekerja lebih cepat.

Meskipun KPU belum bisa mengimplementasikan peraturan pilkada terbaru, Sumarsono yakin tahapan pemilihan kepala daerah secara serentak itu dapat berjalan tepat waktu. Ia menyarankan KPU menggunakan draf perubahan UU Pilkada yang belum dinomori untuk menyusun peraturan pelaksana.

"KPU juga sudah tahu subtansinya. Sebelum undang-undang ada nomornya, merka juga sudah menyiapkan judicial review ke Mahkamah Konstitus," ujarnya.

Sebelumnya, KPU berencana mengajukan uji materi terhadap draf revisi UU Pilkada. Mereka beralasan, secara prinsip KPU tidak perlu meminta pendapat DPR saat hendak membuat sebuah peraturan.

Ketua KPU Husni Kamil Manik mengaku masih membahas satu pasal yang mereka anggap tidak pas dimasukkan dalam UU Pilkada. Pembahasan itu membuat KPU belum pasti mengajukan judicial review.

Aturan yang menurut KPU tidak sesuai dengan konstitusi adalah pasal 9 dalam UU Pilkada terbaru. Pasal itu menyebut KPU perlu berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam menyusun Peraturan KPU. Hasil konsultasi yang bersifat mengikat dianggap sebagai bentuk dari intervensi terhadap independensi KPU.

Menurut Husni, konsultasi merupakan hal yang biasa dilakukan antarlembaga dan seharusnya tidak perlu bersifat mengikat. (abm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER