Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Indonesia belum mengetahui kelompok mana yang melakukan penyanderaan terhadap tujuh warga negara Indonesia di Filipina. Selama empat hari ke depan, pemerintah akan mendalami informasi terkait penyanderaan oleh kelompok bersenjata tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah telah mengaktifkan kembali crisis center untuk mencari informasi terkait penyanderaan WNI di Filipina. Tim yang dipimpin oleh Sekretaris Menko Polhukam Letjen Eko Wiratmoko ini memiliki lima tugas utama.
"Pertama, mengindentifikasi masalah ini secara tajam. Kedua, siapa yang melakukan penyanderaan ini," kata Luhut di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (24/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tugas berikutnya, kata Luhut, crisis center mencari tahu kaitan penyanderaan kali ini dengan yang sebelumnya. Selain itu, tim tersebut juga ditugaskan untuk mencari lokasi penyanderaan.
"Kelima, mereka mencari keterangan-keterangan lain untuk menghasilkan opsi-opsi apa yang akan kita lakukan," kata Luhut.
Hasil temuan crisis center akan dibahas kembali oleh Menko Polhukam bersama beberapa pihak terkait pada Selasa (28/6).
"Kita rapat lagi untuk mendengarkan laporan itu, baru kita tentukan sikap," ujarnya.
Luhut menyangkal jika pemerintah disebut tak membenarkan kabar penyanderaan yang terjadi pada Senin (20/6). Dia menyampaikan, kepastian kabar penyanderaan itu baru diterima pemerintah Indonesia tadi malam. Bahkan hingga kemarin (23/6) sore, kata Luhut, badan intelijen di Filipina saja masih meragukan kebenaran kabar itu.
Saat ini pemerintah belum bisa memastikan berapa tebusan yang diminta kelompok bersenjata untuk membebaskan sandera.
"Mereka minta tebusan, angkanya kita verifikasi lagi," katanya.
Kelompok bersenjata di Filipina melakukan penyanderaan, pada 20 Juni 2016, terhadap Anak Buah Kapal berkebangsaan Indonesia dari kapal tugboat Charles 001 dan kapal tongkang Robby 152 di Laut Sulu, Filipina Selatan.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyampaikan bahwa penyanderaan dilakukan dalam dua tahap. Pertama, sekitar pukul 11.30 (waktu setempat), berikutnya sekitar pukul 12.45 (waktu setempat). Penyanderaan dilakukan oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda.
Pada saat terjadi penyanderaan, kapal membawa 13 orang ABK WNI, tujuh orang disandera dan enam lainnya dibebaskan. Retno mengatakan, saat ini keenam ABK yang dibebaskan dalam perjalanan membawa kapal TB Charles 001/ TK Robby 152 menuju ke Samarinda.
Pemerintah Indonesia mengecam keras terulangnya penyanderaan terhadap WNI oleh kelompok bersenjata di Filipina Selatan.
“Kejadian yang ketiga kalinya ini sangat tidak dapat ditoleransi,” tegas Retno.
Retno juga menyampaikan, pemerintah akan melakukan semua cara yang memungkinkan untuk membebaskan para sandera. Keselamatan ketujuh WNI merupakan prioritas.
Pemerintah Indonesia meminta kepada Pemerintah Filipina untuk memastikan keamanan di wilayah perairan Filipina Selatan sehingga tidak mengganggu kegiatan ekonomi kawasan sekitar. Dalam kaitan ini Pemerintah Indonesia siap untuk memberikan kerjasamanya.
(rel)