Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat yang mengurusi pertahanan, luar negeri, dan intelijen mendesak pemerintah bisa memberi jaminan keamanan bagi para awak kapal Indonesia menyusul terjadinya kembali penyanderaan warga Indonesia di perairan Filipina.
Anggota Komisi I Syaifullah Tamliha menyatakan jaminan keamanan harus bisa diwujudkan karena kalau tidak bakal memunculkan ketakutan dari para pelaku usaha yang melintasi perairan Filipina atau sekitarnya. "Jangan sampai terjadi lagi karena sepertinya bisa terulang lagi kejadian begini ke depannya,” ujar Syaifullah CNNIndonesia.com, Jumat (24/6).
Syaifullah menuturkan pemerintah melalui TNI atau Badan Keamanan Laut RI perlu memberi pengawalan pada kapal-kapal agar kasus-kasus serupa bisa dicegah. Bakamla juga bisa perlu memonitor setiap kapal yang melintas perairan negara tetangga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bakamla punya itu alatnya, canggih, bisa memonitor sampai ke nomor lambung kapal dan posisi kapal meskipun berada di laut terluar atau terjauh,” kata dia.
Politisi PPP itu juga meminta pemerintah menggelar patroli laut bersama di perairan Natuna dan perairan Filipia, seperti di perairan dekat Nunukan, Kalimantan Utara.
“Bisa dilakukan dengan Filipina, Malaysia, dan Brunei, secara rutin mestinya. Selama ini belum ada patroli bersama itu,” tutur Syaifullah.
Adapun menyangkut permintaan tebusan dari penyandera, menurut dia tak perlu ditanggapi. “Kami juga berharap pemerintah mengubah konsitusinya agar aparat keamanan dari negara lain bisa masuk ke situ untuk kegiatan militer pembebasan sandera,” kata dia.
Serupa dengan Syaifullah, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Effendi Simbolon menyatakan kasus penyanderaan anak buah kapal beberapa waktu lalu menjadi preseden buruk yang ke depannnya harus bisa diantisipasi. “Bukan tidak mungkin kejadian seperti ini nantinya akan terus berulang lagi,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (24/6).
Padahal, kata dia, kapal-kapal yang dibawa para ABK itu tengah beraktivitas menjalankan kegiatan ekonomi seperti pengakutan batu bara. “Pemerintah melalui TNI harus lebih meningkatkan posisi tawar yaitu memperkuat keamanan melalui TNI seperti di perbatasan laut,” ujar Effendi.
Menurut Effendi bisa saja kapal-kapal yang melintasi perairan negara tetangga dikawal oleh aparat TNI melalui suatu pengaturan. “Saya lihat political will pemerintah kurang padahal pemerintah berkewajiban memberikan keamanan kepada setiap warganya,” katanya.
“Penyanderaan masih akan terus menjadi ancaman, peran TNI harus ditingkatkan dalam memberi pengamanan, jangan hanya retorika saja,” lanjut politisi PDI Perjuangan itu.
Effendi mengatakan pemerintah juga mesti terus meningkatkan anggaran bagi anggota TNI, termsuk di dalamnya terkait soal kesejahteraan bagi para prajurit di lapisan bawah. “TNI sebagai penjaga keamanan juga perlu membenahi internalnya seperti efisiensi penggunaan anggaran,” tuturnya.
Effendi mengingatkan agar tak memenuhi ancaman dari pihak penyandera yang disebut-sebut meminta tebusan 20 juta ringgit. “Kami prihatin dan mengharapkan pemerintah benar-benar bisa mengambil langkah yang tepat dalam operasi intelijen TNI,” ucapnya.
Dia pun meminta pemerintah transparan dalam memberi keterangan kepada publik dan parlemen dalam upaya pembebasan sandera. “Jangan yang seperti lalu itu. Ada yang merasa sebagai pembebas sandera, apapun itu tak lepas dari operasi intelijen aparat keamanan kita,” ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan membenarkan adanya kabar penyanderaan warga negara Indonesia oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Kebenaran informasi itu dia dapatkan dari berbagai pihak.
(obs)