Jakarta, CNN Indonesia -- Distributor vaksin resmi pemerintah, Bio Farma membandingkan hasil penyelidikan Bareskrim Polri dengan sampel vaksin yang dimilikinya. Hasilnya, menurut Direktur Pemasaran Bio Farma Mahendra Suhardono, vaksin palsu yang beredar merupakan oplosan dari vaksin yang diduga dibeli oleh oknum di distributor Bio Farma.
Dari hasil penyelidikan tersebut, ia mengklaim memang tidak ada satu pun sampel Bio Farma yang terbukti sebagai vaksin palsu, sebab pihaknya produsen vaksin resmi nasional. Tapi bisa jadi, vaksin itu kemudian dioplos.
"Kami sudah bawa sampel kami dan mencocokkan dengan yang ada di kepolisian. Hasilnya vaksin kami digunakan oleh pelaku sebagai bahan oplosan dengan vaksin impor," ujar Mahendra.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Menteri Kesehatan RI Nila F Moeloek menegaskan, vaksin yang beredar di klinik dan rumah sakit itu bukan berasal dari pemerintah yang disediakan melalui Bio Farma. Alasannya, vaksin dari pemerintah dipatok dengan harga murah, tidak seperti vaksin impor.
"Kalau dari program pemerintah itu harganya murah, tidak ada yang mau palsukan," ujarnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (27/6).
Vaksin asli yang disediakan oleh pemerintah, kata Nila, terdiri atas Hepatitis B Rekombinan 1 dosis, BCG 20 dosis, T-OPV 20 dosis, B-OPV 10 dosis, IPV 5 dosis dan 10 dosis, Campak 10 dosis, DT 10 dosis, TD 10 dosis, dan DPT-HB-HIB 5 dosis (pentavalen).
Harga vaksin impor mencapai Rp100 ribu sampai Rp1 juta per dosis.
Nila pun menolak disebut lalai soal pengawasan pengadaan vaksin. Vaksin asli pemerintah padahal diawasi oleh Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Hanya saja, pengimpor vaksin memang tidak diawasi. Itu sebabnya mereka lebih mudah pula dipalsukan, menurut Nila.
Tidak adanya pengawasan itu diakui oleh Plt Kepala BPOM Tengku Bahdar Johan Hamid. Sebab, biasanya vaksin impor dikelola swasta dan dibeli rumah sakit swasta.
Namun Tengku juga menolak disebut lalai. Menurutnya, masuknya vaksin palsu ke sejumlah rumah sakit dan klinik di Indonesia bukan karena kelalaian, melainkan adanya kesempatan dari pelaku.
“Vaksin palsu ini ada karena murni ada penjahat, bukan karena kelalaian,” katanya menegaskan.
Saat ini, Nila mengatakan pihaknya akan menunggu kelanjutan penyelidikan Bareskrim Polri. Ia menambahkan, ke depannya Kemenkes juga akan bekerjasama dengan BPOM dan kepolisian agar insiden itu segera selesai dan tak terulang.
(rsa)