Jakarta, CNN Indonesia -- Tangan berotot itu memalu besi pelat yang mengikat kulit kambing ke bibir tong. Di tepi Jalan KH Mas Mansyur Tanah Abang, Jakarta Pusat, Mona (45) sibuk membuat beduk. Panas terik siang bolong seolah akrab dengan kulit gelap dan rambut tipisnya yang penuh uban.
Sambil memproduksi beduk, sesekali Mona juga melayani calon pembeli yang datang dari arah utara. Lokasinya terbilang strategis, hanya berjarak sekitar 400 meter dari Pasar Tanah Abang. Deretan beduk yang dipajang di pinggir jalan mampu mengundang perhatian pengendara yang lalu lalang.
Pada hari terakhir Ramadan, Selasa (5/7), calon pembeli datang silih berganti. Mulai dari yang sekadar tanya harga, membeli beduk, hingga memperbaiki beduk. Banyak pula orang yang hanya membeli kulitnya saja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di atas trotoar selebar dua meter, Mona memajang beduk dagangannya, mulai dari ukuran kecil berdiameter 30 sentimeter hingga beduk terbesar dengan garis tengah lingkaran 180 sentimeter. Tongkat pemukul beduk juga tersedia. Lembaran kulit kambing digantung di pohon. Ada pula kulit yang masih direndam di bak.
Tahun ini, Mona menyiapkan beduk dagangannya sebanyak 200 buah. Modalnya sekitar Rp70 juta, dia kumpulkan dari orang-orang kepercayaan. Dia mulai menjajakan beduk sejak minggu kedua ramadan.
Hingga tengah hari ini, tersisa 18 beduk. Mona menyebut keuntungan yang diperoleh bisa mencapai 50 juta, untuk kemudian dibagi-bagi kepada empat anak buahnya.
Satu buah beduk ukuran besar dijual seharga Rp600 ribu, sementara yang kecil Rp300 ribu. Beduk berkulit sapi lebih mahal dua kali lipat dibanding beduk berkulit kambing. Alasannya kulit sapi lebih kuat dan tak mudah sobek.
"Jualan beduk ini cuma puasa saja, ini musiman, sehari-hari saya usaha kambing potong," katanya saat ditemui di Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Mona telah berdagang beduk sejak usianya masih 18. Awalnya tak ada niat berdagang, dia hanya membuat beduk untuk takbiran di gang rumah. Namun kemudian ada yang membeli beduk buatannya seharga Rp50 ribu. Sejak itu, Mona serius menekuni dagangan beduk.
Dalam sehari Mona bisa mengerjakan pembuatan beduk sebanyak 20 buah. Biasanya dia mengerjakan dengan dua teman. Satu buah beduk dia kerjakan selama kurang dari 30 menit. Menurutnya yang paling lama adalah proses merendam kulit beduk sampai lembek. Untuk beduk berukuran besar, kulit direndam selama satu jam.
Selain membuat beduk, Mona juga menerima jasa memperbaiki kulit beduk yang sobek. Biasanya kliennya hanya membeli kulit. Mereka datang membawa tong. Mona memasang kulitnya dan memperbaiki hingga beduk siap ditabuh. Biaya pasang dihargai Rp50 ribu.
Afi Prakasa (19) datang dari Bintaro, Jakarta Selatan, bersama tiga orang kawannya. Dia berniat membeli kulit kambing. Afi diberi rekomendasi tempat penjualan beduk di Tanah Abang oleh pengurus musala. Kulit kambing itu akan dipasang menjadi beduk untuk malam takbiran nanti.
"
Recommended di sini, kalau tempat lain bisa lebih mahal. Kami beli kulit beduk untuk takbiran keliling dan di musala," kata Afi.
Sementara Irfan sarliansyah (25) mencari informasi lokasi penjualan beduk berada di Tanah Abang dari internet. Warga Penggilingan, Jakarta Timur, ini membeli beduk karena permintaan adiknya. Dia membeli ukuran paling kecil.
"Beduk ini untuk dipakai sendiri. Soalnya adik di rumah minta dibikinin beduk, daripada bikin mending beli saja," kata Irfan.
Sepanjang jalan KH Mas Mansyur, Tanah Abang, banyak pedagang menjajakan beduk. Di area dagangannya, Mona masih sibuk melayani calon pembeli yang datang. Dia menyatakan dagang beduk selama 24 jam. Menjelang Lebaran, dia tetap sabar menanti.
(asa)