Penculikan Berulang, Indonesia Jadi Sapi Perah Abu Sayyaf

Aulia Bintang Pratama, Yuliawati | CNN Indonesia
Senin, 11 Jul 2016 14:09 WIB
Penculikan anak buah kapal asal Indonesia berulang kali terjadi. Kelompok Abu Sayyaf diduga kecanduan mendapatkan uang tebusan.
Panglima TNI Gatot Nurmantyo menduga motif utama penyanderaan tiga WNI oleh Abu Sayyaf adalah mendapatkan uang tebusan. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Jakarta, CNN Indonesia -- Warga negara Indonesia yang berulang kali menjadi korban penculikan dan sandera kelompok Abu Sayyaf, membuat Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menduga motif utama penyanderaan adalah mendapatkan uang tebusan. Menurut Gatot, kondisi seperti ini menjadikan Indonesia bagai sapi perah dari kelompok Abu Sayyaf.

"Kalau kita membayar terus, diminta uang terus, itu sama saja negara kita ini sapi perah," kata Gatot saat ditemui di Istana Negara, Senin (11/7).

Gatot mengatakan, ucapannya tersebut bukan menandakan bahwa selama ini pemerintah Indonesia membayar tebusan untuk menyelamatkan WNI yang disandera Abu Sayyaf. Dia berpatokan pada keterangan Presiden Indonesia Joko Widodo yang menyatakan Indonesia tak akan pernah membayar tebusan Abu Sayyaf.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun dirinya tak tahu seandainya tebusan itu dibayar oleh perusahaan swasta tempat bekerja para WNI korban sandera.

"Saya tak tahu kalau swasta, tapi Presiden sejak awal menyatakan tak ada negosiasi dan saya berpedoman pada itu," katanya.
Pelaut Indonesia lagi-lagi menjadi sasaran penyanderaan oleh kelompok bersenjata. Tiga anak buah kapal berkewarganegaraan Indonesia diculik dari kapal mereka di perairan Sabah, Malaysia, Sabtu malam (9/7). Ini insiden penculikan kelima yang terjadi dalam tiga bulan terakhir, menjadikan Indonesia negara favorit para ‘bajak laut’ yang kemudian menyandera para pelaut RI itu untuk meminta uang tebusan.

Kasus terbaru di perairan Sabah diduga melibatkan komplotan Abu Sayyaf seperti ketiga kasus penyanderaan sebelumnya. Kelompok militan Abu Sayyaf yang memiliki basis di selatan Filipina dikabarkan telah berbaiat pada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

The Star melaporkan, berdasarkan keterangan Komisaris Polisi Sabah Abdul Rashid Harun, kelompok yang menculik tiga pelaut Indonesia di perairan Sabah mengenakan pakaian militer. Mereka terdiri dari lima orang, menenteng senapan laras panjang M14 dan M16, serta naik speed boat sebelum loncat ke kapal korban.

Komplotan penculik itu tak fasih berbahasa Melayu. Mereka memerintahkan semua orang yang ada di kapal untuk berkumpul di geladak. Para penculik kemudian meminta paspor para awak kapal. Tiga awak yang membawa paspor Indonesia langsung dibawa, sedangkan yang tidak membawa paspor dibebaskan.

Malaysia langsung berkomunikasi dengan Filipina dan Indonesia terkait kasus ini. Tiga pelaut Indonesia tersebut berada di kapal yang terdaftar pada otoritas Malaysia. Mereka tengah mencari ikan. Sementara komplotan penculiknya diduga Malaysia merupakan kelompok Apo Mike, bagian dari Abu Sayyaf.
Kasus penculikan terbaru ini terjadi saat Indonesia tengah berupaya membebaskan tujuh WNI lainnya yang juga diculik dalam dua tahap di Laut Sulu, barat daya Filipina, 20 Juni. Tujuh WNI itu diculik dari kapal pembawa batu bara, tugboat Charles 001 dan tongkang Robby 152, milik PT. Rusianto Bersaudara. Mereka tengah mengangkut batu bara dari Tagoloan Cagayan, Mindanao, menuju Samarinda, Kalimantan Timur.

Dua penculikan itu terjadi pada hari yang sama. Penculikan pertama terjadi pukul 11.30, sedangkan penculikan kedua pukul 12.45. Kelompok penyandera lantas meminta tebusan 200 juta Peso atau sekitar Rp61-65 miliar untuk empat dari tujuh WNI yang diculik.

Sementara pada bulan Mei, dua kali pula pelaut Indonesia diculik kelompok Abu Sayyaf. Penculikan pertama menimpa 10 anak buah kapal asal Indonesia. Penculikan kedua terjadi pada empat anak buah kapal lainnya. Pada kedua kasus itu, penyandera pun meminta tebusan dalam jumlah besar. Untuk 10 orang sandera Indonesia, tebusan yang diminta ialah 50 juta peso atau sekitar Rp14,3 miliar.

Empat belas WNI yang diculik pada Mei itu telah dibebaskan. Pemerintah RI sejauh ini membantah pembebasan sandera dilakukan dengan membayar tebusan. Pemilik kapal, PT Brahma International, pun menyatakan tak ada penyerahan uang tebusan untuk kelompok penyandera.

Meski demikian, sumber di lingkungan pemerintah menyatakan terjadi pembayaran tebusan untuk para awak kapal yang disandera. Uang tebusan itu disebut bukan berasal dari pemerintah.
Pengamat terorisme, Harits Abu Ulya mengatakan, penculikan terus berulang kali terjadi karena kelompok Abu Sayyaf kecanduan mendapatkan uang tebusan atas penyanderaan ABK.

“Uang yang diperoleh dari tebusan sandera sebelumnya membuat kelompok Abu Sayyaf kecanduan untuk mengulang aksinya. Faktor keuangan menjadi pertimbangan utama mereka,” kata pengamat terorisme Harits Abu Ulya kepada CNNIndonesia.com, Senin (11/7).

Menurut dia, pembebasan tiga WNI ini akan membutuhkan energi lebih besar, karena korban sandera tidak berasal dari perusahaan yang besar dan cukup uang untuk mengeluarkan tebusan.

“Sementara sikap pemerintah Indonesia tidak akan membayar uang tebusan,” katanya.

Dia menyarankan pemerintah memaksimalkan kerjasama patroli di perbatasan Malaysia-Indonesia-Filipina, untuk mencegah berulangnya penyanderaan.
(yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER