Panglima TNI: Perairan Malaysia dan Filipina Tak Aman

Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Senin, 11 Jul 2016 14:27 WIB
Para 'bajak laut' memang mengincar anak buah kapal asal Indonesia. Mereka yang berpaspor Indonesia langsung dibawa untuk disandera, sisanya dibebaskan.
Ilustrasi. (ANTARA/Ahmad Subaidi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan perairan Malaysia rawan seperti Filipina, menyusul diculiknya tiga anak buah kapal berkewarganegaraan Indonesia di perairan Sabah, Malaysia, Sabtu pekan lalu.

“Laut Malaysia dan Filipina sama-sama tak aman karena yang disandera (kali) ini kapal Malaysia yang tenaga kerjanya berasal dari Indonesia," kata Gatot di Istana Negara, Jakarta, Senin (11/7).

Menurut Gatot, kasus penculikan awak kapal asal Indonesia kali ini berbeda dengan beberapa kasus serupa yang terjadi sebelumnya. Bila pada kasus terdahulu kapal yang dibajak ialah kapal Indonesia, kali ini kapal berbendera Malaysia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski demikian, anak buah kapal yang diculik hanya yang memiliki paspor Indonesia. Sebelumnya The Star melaporkan, berdasarkan keterangan Komisaris Polisi Sabah Abdul Rashid Harun, komplotan penculik memerintahkan semua orang di kapal untuk berkumpul di geladak dan mengeluarkan paspor. Tiga orang di antara mereka yang membawa paspor Indonesia langsung dibawa, sedangkan sisanya dibebaskan.

Lima orang penculik yang diduga bagian dari Abu Sayyaf itu mengenakan pakaian militer, tak fasil berbahasa Melayu, menenteng senjata laras panjang M14 dan M16, serta naik speed boat.

Gatot mengatakan deretan aksi penculikan terhadap anak buah kapal asal Indonesia dalam tiga bulan terakhir ini sudah masuk taraf mengkhawatirkan. Ia menegaskan TNI siap memakai cara apapun untuk membebaskan para ABK itu, termasuk dengan operasi militer.
Soal rencana patroli bersama tiga negara, Indonesia-Filipina-Malaysia, Gatot mengatakan keputusan final ada di Malaysia dan Filipina.

Luasnya wilayah ketiga negara dinilai sebagai hambatan. “Daerah ini kan luas tak seperti satu petak. Jadi di sini terlihat, tapi di sana tak terlihat,” kata Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan.

Jika patroli gabungan tiga negara tak juga terwujud dan sandera tak juga dibebaskan, Indonesia mengancam tak mencabut moratorium pengiriman batu bara ke Filipina sekalipun persediaan listrik di Filipina bakal habis karenanya.

Selama ini Indonesia memasok kebutuhan batu bara Filipina hampir 96 persen. Perdagangan antara kedua negara mencapai US$4,6 miliar dengan keuntungan US$3,19 miliar bagi Indonesia. Namun moratorium ekspor batu bara ke Filipina kini diterapkan Indonesia menyusul penyanderaan berulang pada ABK Indonesia.

“Kami tak bisa mengultimatum mereka (Filipina untuk cepat membebaskan sandera). Yang penting sudah moratorium. Tinggal kami kontrol jangan sampai ada (batu bara) yang lolos ke sana,” ujar Gatot.

Selama ini, rangkaian penculikan dan penyanderaan terhadap warga Indonesia dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf –militan di selatan Filipina yang disebut telah berbaiat kepada kelompok radikal Negara Islan Irak dan Suriah (ISIS).

Kasus penculikan terbaru di perairan Sabah terjadi saat Indonesia masih berupaya membebaskan tujuh WNI lainnya yang diculik di Laut Sulu, barat daya Filipina, 20 Juni lalu.
(agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER