Jakarta, CNN Indonesia -- Beragamnya reaksi masyarakat atas peredaran vaksin palsu dikhawatirkan akan mengancam berjalannya proses pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan. Untuk itu, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) berencana menghentikan pemberian imunisasi pada anak-anak secara nasional.
Ketua Umum PB IDI Ilham Oetama Marsis mengatakan, pemberian imunisasi akan dilanjutkan setelah pemerintah menyelesaikan persoalan vaksin palsu secara tuntas. Meski demikian, Marsis belum bisa memastikan kapan pihaknya akan menghentikan pemberian imunisasi itu.
"Kami tidak bisa melakukan pelayanan sistem imunisasi jika masalah ini belum selesai," ujarnya di Gedung PB IDI, Jakarta Pusat, Senin (18/7).
Keputusan ini, kata Marsis, tak hanya diambil demi kepentingan para dokter dan tenaga kesehatan lainnya, namun juga untuk kepentingan masyarakat. Menurutnya, menunggu hingga persoalan vaksin palsu selesai dapat membuat proses pemberian imunisasi aman bagi anak-anak ke depannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, Marsis mendesak pemerintah cepat bertindak menyelesaikan kasus tersebut. "Ini juga untuk keamanan para dokter ketika melakukan pekerjaannya di rumah sakit," ucapnya.
Menurut Marsis, yang harus dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah melakukan evaluasi terkait tumpang tindihnya pekerjaan antara Kementerian Kesehatan dengan Badan POM. Dan, yang tak kalah penting, pemerintah harus bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat pada kinerja dokter.
Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja dokter dan fasilitas layanan kesehatan terjadi setelah Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengumumkan 14 rumah sakit dan delapan klinik yang terlibat peredaran vaksin palsu.
Usai pengumuman tersebut, pada Sabtu (16/7), RS Permata Kota Bekasi, Jawa Barat, yang tercatat sebagai salah satu dari 14 RS tersebut mengalami penurunan kunjungan pasien imunisasi.
RS Permata saat ini melayani pasien imunisasi jenis Tripacel, Pediacel, Ngerix B, Euvax B, Polivalen, Tuberkulin, dan serum anti tetanus. RS Permata meyakini sepinya pasien imunisasi dipicu oleh pemberitaan sejumlah media massa mengenai peredaran vaksin palsu.
(wis)