Jakarta, CNN Indonesia -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang memerintahkan jajarannya untuk tidak lagi mengumumkan nama rumah sakit yang terbukti menggunakan vaksin palsu.
Dalam larangannya, Tito Karnavian beralasan hal itu bertujuan mencegah terulangnya tindak kekerasan dari masyarakat kepada fasilitas atau rumah sakit yang terlibat kasus vaksin palsu.
YLKI menilai Pernyataan Tito kontraproduktif dan justru berpotensi semakin memicu kemarahan masyarakat, terutama para orangtua yang anaknya terdampak vaksin palsu. "Itu (pernyataan Kapolri) kontraproduktif," kata Ketua YLKI Tulus Abadi saat dihubungi CNNIndonesia, Senin (18/7) malam.
Masyarakat, menurut Tulus, berhak tahu identitas dokter, rumah sakit, atau fasilitas kesehatan yang membeli, menggunakan, atau terlibat dalam peredaran vaksin palsu. "Jika tidak diumumkan, bagaimana mereka mengetahui ada keluarga mereka yang menjadi korban vaksin palsu?" imbuhnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai kekhawatiran terulangnya kericuhan seperti terjadi di Rumah Sakit Elisabeth dan Rumah Sakit Mutiara Bunda, Tulus menyarankan agar Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan Kepolisian bekerjasama merumuskan skenario pengamanan agar kericuhan serupa tak terulang di tempat lain.
"Semua pihak harus belajar dari kejadian sebelumnya agar tidak terulang. Bukan malah melarang pengungkapan nama-nama faskes yang terlibat. Larangan Kapolri justru bisa semakin memicu kemarahan masyarakat," kata Tulus.
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Agung Setya menyampaikan pihaknya telah membagi kasus vaksin palsu dalam empat berkas. Langkah ini dilakukan demi memudahkan penyelesaian proses penyidikan dan penuntutan.
Agung mengakui penyelesaian kasus vaksin palsu membutuhkan waktu yang lama. Sebab, katanya, banyak pihak yang diduga terlibat dan mereka telah menyebar secara luas.
Namun Agung menargetkan bisa menyelesaikan sejumlah berkas perkara pada pekan ini. "Kami akan segera tuntaskan, beberapa berkas perkara sudah bisa diselesaikan minggu ini," kata Agung di gedung Bareskrim Polri, Jakarta pada Senin (18/7).
Meski menargetkan sejumlah kasus vaksin palsu selesai pada pekan ini, Agung belum mau mengungkap peran sejumlah dokter yang telah ditetapkan menjadi tersangka. "Detil tentang itu adalah detil pembuktian. Kita tunggu sampai selesai penyidikan," katanya.
Dalam penyidikan kasus vaksin palsu, penyidik kepolisian telah memeriksa empat saksi dari berbagai pihak, mulai dari distributor, perawat, hingga dokter.
Penyidik pun telah mendengarkan keterangan dari ahli pidana, ahli perlindungan konsumen, serta ahli dari perwakilan Kementerian Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Seluruh hasil keterangan ahli dan perwakilan Kemkes dan BPOM itu akan digunakan dalam penyelesaian kasus vaksin palsu.
Hingga hari ini, Bareskrim Polri telah menetapkan 23 orang tersangka vaksin palsu. Mereka terdiri atas enam produsen alias pembuat vaksin palsu, sembilan distributor, dua pengumpul botol bekas, satu pencetak label atau kemasan, dua bidan, dan tiga dokter.
(wis)