Jakarta, CNN Indonesia -- Nilai penjualan produk bersih ekspor PT Bio Farma (Persero) mengalami peningkatan signifikan selama 5 tahun terakhir, di tengah dugaan kekurangan pasokan vaksin di dalam negeri.
BUMN itu memiliki tiga segmen pasar untuk penjualan produknya, yakni pemerintah, swasta, dan untuk ekspor. Khusus ekspor, nilai penjualannya lebih tinggi dibandingkan kedua segmen lainnya.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1059/SK/IX/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi menyatakan pelaksanaan pengadaan vaksin dilakukan pada PT Bio Farma, sebagai produsen satu-satunya di Indonesia. Sedangkan vaksin yang berasal dari luar negeri, demikian kementerian itu, diterima di Indonesia jika ada kegiatan khusus dan sudah lolos uji dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Produksi vaksin BUMN itu mencapai 3,2 miliar dosis per tahun. Komposisi produksi tersebut adalah masing-masing 60 persen untuk kebutuhan ekspor dan 40 persen untuk dalam negeri.
Laporan Tahunan 2015 PT Bio Farma mencatatkan nilai penjualan bersih produk untuk sektor pemerintah selama 5 tahun terakhir. Nilai itu terdiri dari Rp476,89 miliar (2011); Rp515,25 miliar (2012); Rp548,72 miliar (2013); Rp547,72 miliar (2014); dan Rp570,61 miliar (2015).
Sedangkan untuk sektor swasta dalam periode serupa adalah Rp69,95 miliar (2011); Rp72,47 miliar (2012); Rp82,10 miliar (2013); Rp130,12 miliar (2014); dan Rp139,48 miliar (2015).
Khusus penjualan ekspor, BUMN itu mencatatkan nilai penjualan paling tinggi dibandingkan dengan dua segmen lainnya. Penjualan itu terdiri dari Rp781,88 miliar (2011); Rp849,91 miliar (2012); Rp1,22 triliun (2013); Rp1,36 triliun (2014); dan Rp1,63 triliun (2015).
Nilai total penjualan bersih sendiri meningkat 53,83 persen dari Rp1,32 triliun pada 2011 menjadi Rp2,34 triliun pada 2015.
Terkait dengan segmen pemerintah, PT Bio Farma menyuplai vaksin untuk Program Imunisasi Nasional yang digelar Kementerian Kesehatan. Vaksin itu didistribusikan melalui pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten sampai dengan fasilitas pelayanan kesehatan.
Sedangkan sektor swasta, BUMN itu menyuplai vaksin melalui distributor yang ditunjuk, yang kemudian menyalurkannya ke rumah sakit, dokter, klinik dan apotik. Khusus pasar internasional, produk itu disalurkan melalui pelbagai lembaga internasional macam United Nations Children’s Fund (Unicef), Global Alliance of Vaccines and Immunization (Gavi) dan the Pan American Health Organization (Paho).
Pelbagai produk vaksin itu adalah vaksin kuman virus yakni Oral Polio; Bivalent Oral Poliomyelitis; Monovalent Oral Poliomyelitis Tipe 1; Measies; Recombinant Hepatitis B’ dan Flubuo. Vaksin untuk kuman bakteri adalah TT Vaccine; DT Vaccinne; DTP Vaccine; BCG Vaccine; dan Td Vaccine.
Produk lainnya adalah vaksin kombinasi yakni DTP-HB Vaccine dan Pentabio Vaccine. Lainnya adalah untuk Antiserum yakni Anti Tetanus Serum; Anti Diphteria Serum; dan Anti Snake Venom Serum. Terakhir adalah produk diagnosa yakni PPD RT 23.
Di sisi lain, Badan POM mencatat PT Bio Farma memiliki lima distributor resmi yakni PT Merapi Utama Pharma; PT Sagi Capri; PT Rajawali Nusindo; PT Indofarma Global Medika; dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia untuk tender.
Dugaan Minim StokKetua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Ilham Oetama Marsis sebelumnya mempertanyakan stok vaksin dalam negeri yang justru tak terpenuhi. Dia menegaskan pemerintah seharusnya memiliki perencanaan matang saat permintaan vaksin domestik meningkat.
“Yang jadi masalah, stok vaksin dalam negeri justru kekurangan,” kata Marsis di Gedung PB IDI, Jakarta, Senin (18/7).
IDI menyatakan ekspor vaksin boleh saja, namun harus ada perbaikan mata rantai distribusi vaksin antara pemerintah dengan perusahaan vaksin. Kepolisian sendiri sudah melakukan penahanan terhadap 20 tersangka dalam kasus vaksin palsu, namun tidak pada tiga tersangka lainnya karena alasan kemanusiaan.
Pada akhir Juni, Kepolisian membongkar kasus vaksin palsu dengan adanya penjualan yang dilakukan oleh agen tak resmi ke pelbagai fasilitas kesehatan.
Kelangkaan itu juga diakui RS Dr Sander Cikarang, Jawa Barat. Rumah sakit itu menyatakan kelangkaan vaksin terjadi pada Februari—Maret 2015, dan akhirnya menerima penawaran dari CV Azka Medical tertanggal 28 April 2015.
Direktur Operasional RS Dr Sander Batuna Cikarang, Jawa Barat Desianti Saraswaty sebelumnya menyatakan pembelian itu dilakukan karena kebutuhan vaksin bagi bayi yang tinggi. Dia memaparkan pihak rumah sakit sama sekali dengan penawaran CV Azka Medical.
“Bukan hanya Dr Sander B Cikarang yang merupakan rumah sakit kecil, namun rumah sakit besar pun banyak kecolongan,” kata dia.
(asa)