Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menegaskan pihaknya tidak menyudutkan Ikatan Dokter Indonesia atas kejadian beredarnya vaksin palsu.
Dia memastikan, kementeriannya dan lembaga hukum terkait hanya akan menindak dokter ataupun perawat yang terbukti terlibat dalam pembuatan, pengadaan, distribusi dan juga jual beli vaksin palsu.
"Kita tidak menyudutkan. Kita hanya menghukum yang terbukti kriminal. Kalau dokter terbukti salah ya dihukum. Kan terbukti juga itu yang membuat (vaksin palsu) mantan perawat," Kata Nila saat ditemui di kompleks Gedung DPR, Senin (18/7) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga menegaskan terkait pernyataan IDI yang menolak melakukan vaksinasi ulang hingga kasus selesai, pemerintah bisa bekerjasama dengan lembaga lain, seprti Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) untuk melakukan vaksinasi ulang terhadap anak di bawah lima tahun.
"Saya belum dengar (soal tolak vaksinasi) tapi kalau tidak bisa masih ada IDAI yang bisa (vaksin ulang)," katanya.
Menurutnya, selama ini IDAI telah kooperatif dalam menyikapi kasus vaksin palsu dan bersedia melakukan vaksinasi ulang jika memang dibutuhkan.
Nila juga mengatakan kelangkaan jumlah vaksin yang sebelumnya diklaim oleh IDI tidak terbukti. Pemerintah memiliki program wajib imunisasi masyarakat.
"Masih ada 120 juta file. Prosedurnya kami pesan ke Bio Farma. Nanti disediakan. Yang ekspor ke negara lain itu ada, tapi disini tetap dipenuhi," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Ilham Oetama Marsis mengklaim bahwa kurangnya stok vaksin dalam negeri menjadi pemicu merebaknya vaksin palsu di kalangan masyarakat.
Hal ini terjadi karena salah satu perusahaan vaksin di Indonesia, Bio Farma, telah mengekspor vaksin ke luar negeri.
"Yang jadi masalah stok vaksin dalam negeri justru kekurangan," ujarnya di Gedung PB IDI, Jakarta Pusat, Senin (18/7).
Kurangnya stok vaksin dalam negeri meningkatkan impor vaksin meningkat dan menjadi pemicu munculnya vaksin palsu, yang diduga beredar sejak 2003 silam.
Pemalsuan vaksin disinyalir dilakukan pada vaksin jenis impor. Vaksin impor diketahui menawarkan dampak yang berbeda dengan vaksin dalam negeri. Dampak usai vaksin tanpa terjadinya demam pada anak menjadi salah satu alasan
Nila juga membenarkan, vaksin palsu memang kebanyakan terjadi pada vaksin yang berlabel impor. Selain itu, dari 14 rumah sakit yang diduga melakukan praktik jual beli vaksin palsu, beberapa di antaranya merupakan rumah sakit swasta.
Hal tersebut, menurut Nila wajar karena rumah sakit swasta diperbolehkan untuk membeli vaksin impor dan menggunakannnya.
Sedangkan rumah sakit pemerintah merupakan perpanjangan tangan dari program vaksinasi masyarakat. Vaksin yang digunakan hanya vaksin yang dibuat oleh Biofarma atas permintaan pemerintah.
Penggunaan vaksin palsu terhadap balita dan batita juga diduga tidak memberikan efek samping yang berbahaya. Menurut Nila, vaksin palsu hanya akan berdampak pada tidak adanya kekebalan tubuh terhadap penyakit yang mungkin bisa muncul setelah remaja.
Vaksin palsu diduga hanya berisi cairan infus, dan tidak akan memberikan efek samping terhadap tubuh pasien. Cairan infus pun banyak digunakan oleh pasien-pasien untuk menambah pasokan vitamin pengganti makan.
Namun, Nila menegaskan bahwa pihaknya tidak melakukan kajian terhadapa kandungan yang terdapat dalam cairan vaksin tersebut.
"Kajian dilakukam oleh Badan POM, tapi bisa dipastikan itu tidak berbahaya," ujarnya.
(meg)