Basri dan Ali Kalora, Calon Pemimpin setelah Santoso

Martahan Sohuturon | CNN Indonesia
Rabu, 20 Jul 2016 07:40 WIB
Kematian pemimpin kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur, Santoso tetap menyisakan persoalan. Dua nama disebut-sebut sebagai penggantinya.
Kematian pemimpin kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur, Santoso tetap menyisakan persoalan. (ANTARA FOTO/Fiqman Sunandar)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Satuan Tugas Tinombala berhasil menembak mati pemimpin kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Abu Wardah alias Santoso. Pertanyaan pun muncul terkait sosok yang akan melanjutkan kepemimpinan di salah satu kelompok teroris yang bersumpah untuk Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) tersebut.

Dua nama pun muncul seiring dengan tewasnya pemimpin kelompok teroris yang paling dicari oleh TNI dan Polri tersebut. Mereka adalah Basri dan Ali Kalora.

Basri adalah mantan narapidana kasus terorisme pada 2007. Satu tahun sebelum masa tahanannya habis, pria pemilik nama samaran Bagong atau Bang Ayas ini melarikan diri dari Lembaga Pemasyarakatan Ampana, Sulawesi Tengah. 
Sedangkan Ali Kalora adalah sosok radikal senior di kalangan gerilyawan di Poso. Selain bergabung bersama MIT, pria bernama asli Ali Ahmad ini memimpin sebuah tim yang beranggotakan 16 orang di salah satu pegunungan di Poso.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia Al Chaidar berpendapat Basri lebih tepat dibandingkan Ali Kalora untuk melanjutkan kepemimpinan Santoso di MIT. Kedekatan Basri dengan Abu Sayyaf dinilai dapat meningkatkan intensitas hubungan MIT dengan ISIS.

"Ali Kalora belum tentu bisa melakukan hal itu," kata Al Chaidar saat berbincang dengan CNNIndonesia.com pada Selasa (19/7) malam.

Selain itu, dia menambahkan, Basri juga telah mendapatkan pelatihan di Minadanao, pulau terbesar kedua di Filipina yang kerap disebut sebagai tempat pelatihan teroris terbesar di Asia.

Terkait sepak terjang dalam aksi terorisme, Al Chaidar mengatakan, Basri jauh lebih berpengalaman dibandingkan Ali Kalora. Menurutnya, Basri pernah terlibat dalam aksi terorisme di Nusa Tenggara Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Solo, dan Bekasi. Sementara Ali Kalora, hanya terlibat aksi terorisme di Ambon dan Poso.

"Soal track record (aksi terorisme) Basri lebih banyak," tuturnya.

Meski demikian, dia tidak memungkiri bahwa Ali Kalora memiliki kemampuan yang dapat diandalkan untuk memimpin MIT, yakni merakit bom dan senjata api.

Namun pendapat itu ditentang oleh pengamat terorisme Ali Fauzi Manzi. Mantan teroris asal Lamongna, Jawa Timur itu berpendapat Basri tidak layak, karena memiliki hal yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kelompok seperti MIT. Salah satunya, tubuh Basri dipenuhi tato. Fauzi sendiri adalah adik kandung dari terpidana teroris Amrozi.

Basri, demikian Fauzi, dinilai tidak memiliki pemahaman agama yang baik dan karisma untuk menjadi seorang pemimpin kelompok teroris. "Saya akrab dengan Basri, saya lama bergaul dengannya dulu di penjara. Basri yang saya kenal bukan sosok leader yang baik, kalau untuk jadi eksekutor tepat," ujarnya.
Di sisi lain, kedua pengamat terorisme itu kemudian menengarai bahwa MIT kemungkinan akan berkolaborasi dengan kelompok terorisme pimpinan Abu Ropan, Mujahidin Indonesia Barat.

Al Chaidar menyatakan kolaborasi MIB akan menjadi solusi bagi MIT untuk kembali menghimpun kekuatannya yang lumpuh setelah ditinggalkan oleh Santoso.

Sementara, Ali Fauzi menyampaikan kolaborasi antara MIT dan MIB merupakan pilihan terakhir yang akan ditempuh untuk menemukan sosok pemimpin pengganti Santoso.

"Kalau dari 19 anggota MIT yang tersisa sekarang tidak ada yang bisa, mungkin (bergabung MIB) akan menjadi pilihan," tutur Ali Fauzi. (asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER