Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian dinilai bertindak tak profesional karena melakukan penjagaan terlalu ketat saat orang tua korban vaksin palsu melakukan aksi damai di Rumah Sakit Harapan Bunda, Sabtu lalu.
Ketua Aliansi Orang Tua Korban Vaksin Palsu August Siregar menilai kepolisian tak profesional karena menjaga terlalu ketat saat aksi damai dilakukan. Menurutnya, para orang tua tidak pernah bertindak anarkis saat ingin menyampaikan tuntutan ke rumah sakit.
"Kami diperlakukan sebagai perusuh. Bapak ibu lihat penjagaan yang sangat menurut kami berlebihan, sampai barakuda dan senjata untuk pengendalian masa dikerahkan," kata August di Kantor Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Jakarta, Senin (25/7).
Dia menjelaskan para orang tua korban hanya ingin bertemu dengan pihak RS Harapan Bunda. Namun sampai saat ini, belum ada iktikad baik dari pihak rumah sakit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Dilempar ke sana kemari sampai kami mendapat tempat di ruang duka, hal yang tidak pantas bagi kami. Tapi karena kami merasa kami korban, kami tetap pertahankan tuntutan kami," tuturnya.
August mengatakan RS Harapan Bunda juga tidak pernah membentuk posko untuk para korban vaksin palsu. Selama ini, orang tua korban yang berinisiatif membentuk crisis center terkait dengan upaya mengetahui jumlah pasien yang diduga terkena vaksin palsu.
Hari ini sejumlah orang tua yang tergabung dalam Aliansi Orang Tua Korban Vaksin Palsu menyambangi Komnas PA. Mereka meminta Komnas PA dapat mempertemukannya dengan pihak RS Harapan Bunda.
Adapun tujuh tuntutan para orang tua korban vaksin palsu yakni :
Pertama, RS Harapan Bunda harus menerbitkan daftar pasien yang diimunisasi di RS Harapan Bunda periode 2003 sampai 15 Juli 2016.
Kedua, pasien berhak melakukan
medical check up untuk mengetahui vaksin yang diterima anaknya palsu atau tidak. Mengenai rumah sakit mana yang akan melakukan
medical check up, ditentukan oleh orang tua pasien. Seluruh biaya itu ditanggung RS Harapan Bunda.
Ketiga, jika hasil
medical check up ternyata mengindikasikan pasien menerima vaksin palsu, maka harus divaksinasi ulang yang semua biayanya ditanggung RS Harapan Bunda.
Keempat, segala dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan vaksin palsu terhadap pasien menjadi tanggung jawab RS Harapan Bunda. Pihak RS harus memberikan jaminan kesehatan secara secara keseluruhan sampai waktu yang tidak ditentukan,
Kelima, bagi anak yang sudah lewat usia vaksin, RS Harapan Bunda berkewajiban memberikan mereka asuransi kesehatan sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Keenam, manajemen RS Harapan Bunda harus memberikan informasi terkini kepada para orang tua korban secara proaktif, tidak hanya sebatas informasi dari pemerintah atau instansi lainnya.
Ketujuh, adapun hal-hal lainnya yang belum tercantum dalam poin-poin di atas akan disampaikan selanjutnya.
Kementerian Kesehatan sebelumnya merilis 14 nama fasilitas layanan kesehatan penerima vaksin palsu. Di antara daftar itu terdapat nama RS Harapan Bunda, Ciracas, Jakarta Timur.
(asa)