Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama curiga ada pengkhianat di kantornya yang menyembunyikan surat dari pengembang.
Surat-surat dari pengembang disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menjadi barang bukti dalam sidang terdakwa eks Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan stafnya Trinanda Prihantoro.
Dalam persidangan kemarin (25/7), Jaksa Penuntut Umum KPK menanyakan surat tersebut kepada Ahok, sapaan Basuki yang dihadirkan sebagai saksi. Ahok mengaku tak mengetahui surat tersebut dan meminta izin hakim untuk memfoto surat itu agar dapat ditelusuri di kantornya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu surat dari pengembang ke gubernur menyatakan minta ubah, ubah peraturan gitu loh," kata Ahok di Ecovention Ancol, Jakarta, Selasa (26/7).
Ahok mengaku tidak ingat pernah menerima surat itu dengan alasan setiap hari dirinya menerima ratusan surat yang harus didisposisi.
Setiap surat yang masuk ke pejabat, kata Ahok, harus memiliki lembar disposisi yang jelas. Sementara, surat dari pengembang tidak memiliki disposisi. Atas fakta itu, Ahok curiga ada pihak yang sengaja menyembunyikan surat tersebut dari dirinya.
"Tapi kalau bilang enggak ada disposisi, saya curiga ini ada penghianat, ada surat masuk disembunyikan. Aku mau cari di kantor mana pengkhianatnya," tutur Ahok.
Kasus suap terkait reklamasi ini diduga karena pengembang ingin menurunkan nilai kontribusi tambahan yang sudah ditetapkan. Caranya dengan menyuap anggota DPRD DKI Jakarta.
Peraturan nilai kontribusi itu terdapat dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) zonasi wilayah pesisir yang tak kunjung disetujui oleh DPRD karena tak pernah mencapai kuorum.
Ariesman lantas menjanjikan akan memberikan uang sebesar Rp2,5 miliar pada Ketua Komisi D Mohammad Sanusi jika pasal tambahan kontribusi dimasukkan dalam pasal penjelasan dengan menggunakan konversi. Ariesman khawatir jika tanpa penjelasan maka nilai tambahan kontribusi menjadi tidak jelas.
Sanusi menyepakati bahwa nilai kontribusi tetap 5 persen dalam bentuk tanah, sedangkan tambahan kontribusi 15 persen diambil dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) kontribusi yang 5 persen, bukan dari hitungan NJOP yang harusnya diambil dari keseluruhan tanah yang dijual.
Kasus ini terungkap setelah KPK berhasil mencokok Sanusi dan karyawan PT Agung Podomoro Land, Trinanda Prihantoro dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) 31 Maret lalu. Keesokan harinya, 1 April 2016, Ariesman menyerahkan diri ke kantor KPK. Trinanda diduga berperan sebagai perantara dalam kasus suap kepada Sanusi.
Ariesman dan Trinanda dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 junto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(wis)