Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengirimkan permohonan penundaan eksekusi ke Presiden Joko Widodo terkait dengan vonis terpidana mati Merry Utami agar dapat mengajukan Grasi.
Komisi tersebut sudah menyerahkan secara resmi permohonan itu ke Presiden Jokowi Dodo pada hari ini. Merry Utami dihukum mati karena terbukti membawa heroin oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada 2002.
Ketua Komnas Perempuan Azriana mengatakan permohonan penundaan tersebut dilakukan agar Merry Utami bisa mengajukan Grasi atau hak Presiden terkait dengan pengurangan hukuman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pengajuan penundaan ini agar (Merry) bisa mengajukan Grasi, karena dia baru terima surat putusan malam, sebelum berangkat ke LP Nusakambangan," kata Azriana di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Selasa, (26/7).
Di sisi lain, Komnas Perempuan juga menyatakan meminta adanya perbaikan penyelidikan terkait dengan persoalan itu. Di antaranya, memperbaiki sistem investigasi dan penanganan terhadap perempuan, korban perdagangan orang yang dijebak menjadi kurir narkoba.
Selain itu, sambung Azriana, juga menguatkan sistem bantuan hukum dan memberi kesempatan kepada terpidana mati. Hal itu, terutama bagi perempuan untuk mendapat bantuan hukum yang adil dan komprehensif.
Selain itu, menghindari putusan hukuman mati untuk menghindari penistaan keadilan bagi perempuan korban. "Merry tidak mendapat bantuan hukum yang adil. Surat putusan bandingnya saja telat dia terima,” kata dia.
Merry sendiri merupakan mantan pekerja migran yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang diduga dilakukan mantan suaminya. Pada 2001, Merry diduga menjadi korban perdagangan orang dan akhirnya terjebat dalam sindikat narkoba internasional.
"Kami harap Presiden memberi kesempatan Merry mengajukan grasi, setidaknya tunda hukuman mati, sampai Presiden membaca kasusnya," katanya.
Komnas Perempuan menemukan dugaan kerentanan berlapis yang dialami perempuan pekerja migran, korban perdagangan orang, dan korban sindikasi kejahatan narkoba. Selain itu, ada pula dugaan perlakuan semena-mena.
Menurut Azriana, jaringan Perdagangan narkoba internasional menyasar kerentanan perempuan pekerja migran. Dia menambahkan modus yang dilakukan hampir serupa yakni melalui pendekatan personal, kemudian dijadikan kurir tanpa mereka sadari.
(asa)