Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah tokoh masyarakat mengecam rencana pemerintah menggelar eksekusi mati terhadap belasan narapidana kasus narkotik. Mereka menyebut, Presiden Joko Widodo tidak berkomitmen terhadap perlindungan hak asasi manusia.
"Kami merasa prihatin, eksekusi mati ini mengabaikan kemanusiaan," kata advokat senior Todung Mulya Lubis di Equity Tower, Jakarta, Kamis (28/7).
Todung menuturkan, eksekusi mati bukanlah cara yang tepat untuk menegakan hukum. Menurutnya, eksekusi mati adalah hal miris di tengah berbagai persoalan penegakan hukum di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita tidak pernah tahu. Saksi bisa saja berbohong, mungkin ada bukti yang tidak lengkap. PraktIk mafia peradilan, kriminalisasi, dan korupsi membuat penerapan hukuman mati menjadi berbahaya," ucap Todung.
Todung yang giat mengkampanyekan gerakan antihukuman mati di tingkat internasional juga mengecam langkah Kejaksaan Agung yang menutupi rencana eksekusi itu.
Ia heran, Jaksa Agung Prasetyo tidak kunjung mempublikasikan nama terpidana mati yang masuk daftar eksekusi. "Publik kesulitan mengawasi dan mengkaji proses hukum terpidana yang masuk daftar eksekusi," ucapnya.
Todung mendesak Presiden Jokowi berkaca pada dinamika global terkait isu hukuman mati. Ia berkata, 98 dari 198 negara anggota PBB telah menghapus hukuman mati.
Tujuh negara, kata dia, menghapus hukuman mati untuk kejahatan biasa sementara 35 negara lainnya menghentikan eksekusi mati untuk sementara waktu.
"Artinya dua pertiga negara di dunia cederung menghapus hukuman mati. Saat ini hanya 58 negara, termasuk Indonesia, yang masih menjalankan hukuman mati," ucapnya.
Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, akar persoalan kejahatan narkotik sesungguhnya adalah keterlibatan aparat penegak hukum dalam peredaran barang haram itu. Hukuman mati, kata dia, bukanlah solusi menyelesaikan persoalan narkoba.
"Sepanjang pemerintahan belum baik, sepanjang itu juga kejahatan narkoba akan terus terjadi," kata Al Araf.
Secara khusus, Komisioner Komnas Perempuan Magdalena Sitorus meminta Jokowi membebaskan Merry Utami dari eksekusi mati. Ia berkata, Merry adalah korban dari sindikat narkotik internasional.
"Kami sudah buat surat ke presiden untuk memperhatikan permohonan grasi Merry. Jangan sampai negara salah melakukan penghukuman," ucapnya.
(abm)