Perjalanan Fredi Budiman, Bermula dan Berakhir di Surabaya

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Jumat, 29 Jul 2016 07:16 WIB
Fredi mengawali perjalanannya di dunia kriminal menjadi pencopet di Surabaya. Ia berpesan, setelah dieksekusi agar dikubur di kampung halamannya.
Fredi Budiman telah diekeskusi mati atas kejahatan narkotik yang dilakukannya. (ANTARA FOTO/Idhad Zakaria)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sorotan publik setia menemani Fredi Budiman hingga ajal menjemput, Jumat (29/7) dinihari. Terpidana mati kasus narkotik asal Surabaya, Jawa Timur, itu telah meregang nyawa usai dieksekusi di lapangan tembak tunggal panaluan, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

Perhatian berlebih pada Fredi tidak muncul tanpa alasan. Rekam jejaknya di dunia kriminal menjadi salah satu sebabnya.

Kiprah Fredi di dunia kriminal dimulai sejak 1990-an silam. Kala itu, Fredi dikenal sebagai seorang bos copet di tanah kelahirannya, Surabaya, Jawa Timur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari Surabaya, Fredi lantas pindah ke Jakarta. Namun di ibu kota, Fredi tak lagi mencopet. Dunia krimnal yang digelutinya berganti menjadi bisnis narkotik.

Bisnis ilegal yang dijalankannya terbilang besar. Pada 2009, kali pertama ditangkap, Fredi kedapatan memiliki 500 gram sabu-sabu. Atas kasus ini, ia divonis hukuman penjara selama tiga tahun empat bulan.

Penjara tak membuatnya kapok. Setelah bebas, Fredi kembali berulah dalam kejahatan yang sama. Ia ditangkap untuk kedua kalinya karena kedapatan memiliki ratusan gram sabu dan bahan pembuat inex pada 2011.

Vonis lebih berat dijatuhkan hakim pada Fredi yakni 18 tahun. Ia ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur.

Penjara tak menghalanginya berbisnis narkotik. Dari balik jeruji besi, Fredi tetap bisa mengendalikan peredaran ekstasi. Bermodalkan telepon genggam, Fredi bisa mengatur peredaran narkotik bahkan hingga lintas batas negara.

Aksi Fredi itu diketahui Badan Narkotika Nasional 2012 lalu. Kala itu, BNN berhasil mengamankan narkotik jenis ekstasi sebanyak 1,4 juta pil ekstasi. Benda terlarang itu didatangkan Fredi dari China.

Keterlibatan Fredi juga diketahui dalam jaringan narkotik internasional jalur Belanda - Jakarta pada 2013. Polisi membongkar pengiriman 400 ribu ekstasi yang ditujukan untuk Fredi saat itu. Ratusan ribu ekstasi itu disebarkan ke beberapa kota besar di Indonesia.

Akibat perbuatannya, Fredi diganjar vonis hukuman mati pada 15 Juli 2013 oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Menuju Nusakambangan

Walau sudah dihukum mati, Fredi tetap berulah. Ia disebut kerap menggelar pesta narkotik dan berkumpul dengan teman wanitanya selama mendekam di Cipinang.

Karena kabar itu, Fredi pun dipindahkan ke LP Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, 30 Juli 2013. Meski telah diawasi sipir, Fredi ketahuan masih menggerakkan peredaran narkotik. Pada April 2015, ia diduga menjadi otak produksi narkotik jenis baru yang disebut CC4.

CC4 menjadi salah satu barang jualan Fredi. Anak buahnya diketahui telah menyulap sebuah pabrik konveksi di Cengkareng, Jakarta Barat, hingga menjadi pabrik narkotik berkapasitas tinggi untuk memasok kebutuhan jaringannya.

Petugas kembali memperketat pengamanan Fredi dengan memindahkannya ke tahanan Mabes Polri sejak April hingga Mei 2015. Sempat dipindahkan ke LP Salemba pada Juni 2015, Fredi kemudian ditahan di LP Gunung Sindur, Bogor, dengan pengamanan yang lebih ketat.

Eksekusi Mati

Sejak mendekam di LP Gunung Sindur, Fredi terlihat mulai berubah dari tampilannya yang dulu. Ia disebut tampil lebih rapi dan rajin beribadah.

Namun, perubahan baik Fredi tak menghalangi penuntasan kasus yang ia miliki. Nama Fredi pun santer disebut masuk pada eksekusi mati terpidana narkotik gelombang kedua, pertengahan tahun lalu.

Kabar tersebut ternyata tak terbukti. Fredi lolos dari eksekusi tahun lalu karena ia telah mengajukan Peninjauan Kembali atas kasusnya ke Mahkamah Agung.

Setahun berselang, Fredi mendapatkan fakta jika permohonan PK-nya ditolak. Grasi yang ia ajukan pun dimentahkan.

Usai penolakan itu, Fredi kembali ke LP Batu, Nusakambangan. Di sana, ia hidup hingga ajal menjemput dinihari tadi.

Taubat Nasuha

Sebelum dieksekusi, Fredi berpesan pada kuasa hukumnya, Untung Sunaryo, agar saat meninggal nanti dapat disemayamkan di Surabaya. Kota itu dipilih menjadi lokasi peristirahatan terakhir karena ia lahir di ibu kota Jawa Timur itu.

"Pada hakikatnya Fredi ini betul-betul sudah siap, taubat nasuha betul, sudah melepaskan semua kehidupan duniawinya. Dia pasrah pada Allah SWT, kemudian dia pesan minta dimakamkan di Surabaya, tanah kelahirannya," ujar Untung saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (27/7).

Keinginan Fredi akhirnya terkabul. Usai timah panas menerjang tubuhnya, Fredi segera dibawa ke Surabaya untuk dimakamkan di sana.

Perjalanan Fredi pun berakhir di tempat awal ia memulai aksi jahatnya. (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER