Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta melakukan kunjungan ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, kemarin.
Dalam peninjauan itu diketahui, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru memiliki 17 alat berat, padahal yang dibutuhkan sebanyak 60 alat berat.
Untuk itu, Komisi D meminta Pemprov untuk lebih siap dalam swakelola TPST Bantargebang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang jelas kami minta kesiapan untuk menyiapakan peralatan," kata anggota Komisi D yang ikut dalam pemantauan itu, Prabowo Soenirman ketika dihubungi CNNIndonesia.com, kemarin.
Prabowo menyarankan, jika alat berat belum tersedia sebaiknya pemprov menyewa terlebih dahulu agar tak menghambat pengerjaan.
Selain kurang alat berat, sampah di TPST Bantargebang belum ditutupi cover soil sehingga berbau menyengat. Kendati demikian, Prabowo mengatakan masih mentolerir hal tersebut karena masih dalam masa transisi.
Selain itu, karyawan PT Godang Tua Jaya, pengelola TPST Bantargebang sebelumnya yang akan diangkat menjadi Petugas Harian Lepas (PHL) jumlahnya melonjak dari data yang diberikan PT GTJ sebanyak 400 orang. Sementara, yang mendaftar ke Pemprov Jakarta mencapai 600 orang. Prabowo meminta agar Pemprov menyeleksi terlebih dahulu orang yang bakal diangkat sebagai PHL itu.
Prabowo juga menyebut tak ada permasalahan dalam kompensasi yang akan diberikan kepada warga. Dengan mengelola sendiri, Pemprov DKI Jakarta menambah jumlah penerima dana kompensasi.
Semula kompensasi diberikan pada 15 ribu kepala keluarga, saat ini menjadi 18 ribu kepala keluarga.
Jumlah dana kompensasi juga akan ditambah dari Rp300 ribu per tiga bulan menjadi Rp500 ribu per tiga bulan. Ahok juga akan memberikan fasilitas BPJS bagi sekitar 6 ribu pemulung Bantargebang.
Masa transisi untuk mengelola sendiri TPST Bantargebang berlangsung selama 60 hari sejak 19 Juli lalu. Swakelola merupakan langkah Pemprov Jakarta setelah memutus kontrak dengan pengelola sebelumnya, PT Godang Tua Jaya yang bekerja sama (j
oint operation) dengan PT Navigat Organic Energi Indonesia (NOEI).
Pemutusan itu dilakukan karena terdapat kewajiban dalam perjanjian yang tidak dipenuhi perusahaan tersebut. PT GTJ sudah diperingatkan dengan memberikan surat peringatan pertama hingga ketiga.
Berdasarkan hasil audit, PT GTJ terbukti melakukan perbuatan mencederai janji. Pemprov DKI Jakarta sudah mengucurkan Rp400 miliar per tahun kepada PT GTJ, namun perusahaan tersebut tak kunjung membangun mesin pengelolaan sampah.
Kini, PT GTJ diberi selama masa transisi untuk mengosongkan TPST Bantargebang dan menyerahkan aset kepada Pemprov DKI Jakarta.
(rel)