Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto dituntut 13 tahun penjara lantaran terlibat jual beli perkara peradilan.
Selain perkara suap dan gratifikasi yang didakwakan pada Andri, dia ternyata juga mengatur belasan perkara lainnya. Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (4/8).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Burhanudin menyebutkan, sejumlah pengaturan perkara ini diketahui dari percakapan melalui aplikasi pesan WhatsApp dan Blackberry Messenger.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satunya adalah percakapan antara Andri dengan seseorang bernama Taufik. Belakangan diketahui, Taufik adalah besan mantan Sekretaris MA Nurhadi.
"Taufik meminta pada terdakwa untuk memantau perkara di tingkat MA," ujar jaksa Ahmad di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Perkara yang diminta Taufik di antaranya adalah perkara Nomor 490/K/TUN/15 tentang kepengurusan Partai Golkar, perkara PTP X Kediri, dan perkara kasasi Bank CIMB atas nama Andi Zainuddin Azikin.
Selain dengan Taufik, jaksa Ahmad juga menyebutkan ada percakapan antara Andri dengan Wakil Sekretaris Pengadilan Negeri Semarang Puji Sulaksono.
Puji meminta Andri mengurus sebuah perkara di tingkat kasasi agar dikembalikan seperti putusan di PN Semarang. Dalam percakapan itu, Andri menjanjikan naik jabatan bagi Puji.
Andri juga diketahui pernah mengurus sebuah perkara dari seseorang bernama Agus Sulistiono yang ada di Probolinggo, Jawa Timur.
"Terdakwa mengaku terima uang Rp200 juta dari saudara Agus Sulistiono, tapi uangnya sudah dikembalikan," ucapnya.
Dalam catatan JPU, Andri juga pernah mengurus sebuah perkara atas permintaan hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Mataram bernama Andriani.
Andri telah dituntut 13 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan oleh JPU di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Dalam dakwaan pertama, Andri diduga menerima suap sebesar Rp400 juta untuk menunda salinan putusan perkara yang melibatkan pengusaha Ichsan Suaidi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sementara dalam dakwaan kedua, Andri diduga menerima gratifikasi sebesar Rp500 juta dari seorang pengacara di Pekanbaru, Riau, bernama Asep Ruhiat.
(wis/asa)