Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo didesak untuk membentuk tim investigasi independen mafia narkotika sebagai langkah untuk menindaklanjuti pernyataan Fredi Budiman yang disampaikan Koordinator Kontras Haris Azhar.
Ketua Umum PP Pemuda Muhamdiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan pernyataan Haris tentang adanya keterlibatan aparat hukum dalam bisnis narkoba adalah hal yang umum. PP Muhammadiyah sendiri, bersama dengan organisasi sipil lainnya, tergabung dalam Koalisi Anti Mafia Narkoba.
Diketahui, terpidana mati Fredi Budiman sebelumnya bertemu Haris di Nusakambangan pada 2014, menceritakan soal dugaan keterlibatan aparat dalam bisnis narkotika.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, langkah yang diambil Kepolisian RI, Badan Narkotika Nasional, dan Tentara Nasional Indonesia dengan mengkrimiknalisasikan Haris merupakan hal yang bertentangan dengan kepentingan umum.
"Kami mendorong Presiden untuk bersikap terang dan tegas dengan cara Presiden membentuk tim independen pemberantasan mafia narkoba," ujar Dahnil dalam keterangan pers di Gedung Dakwah Muhamadiyah, Jakarta, Kamis (4/8).
Dahnil menuturkan saat ini pemerintah, khususnya aparat hukum belum menunjukkan langkah konkrit dalam memberantas narkotika. Dia menilai informasi Haris yang diperoleh dari Fredi merupakan momentum untuk memperbaiki kinerja aparat dalam memeberantas narkoba.
Dahnil menjelaskan pernyataan Haris yang disampaikan melalui media sosial sejatinya bukan untuk mendiskreditkan Polri, BNN, dan TNI. Dia menegaskan pernyataan Haris adalah bukti kecintaannya terhadap aparat penegak hukum.
"Apa yang disampaikan Haris adalah bentuk cinta terhadap aparat hukum. Orang yang tidak cinta dan tidak berteman itu biasanya memuja dan memuji," ujarnya.
Lebih lanjut, Dahnil menegaskan, Jokowi seharusnya menepati janjinya untuk menindak tegas penjahat narkotika sebagai langkah menanggulangi darurat narkotika.
Menghentikan KriminalisasiSementara itu, mantan Koordinator Kontras Usman Hamid menyatakan Jokowi juga didesak untuk menginstruksikan tiga pimpinan lembaga hukum yang melaporkan Haris untuk menghentikan kriminalisasi terhadap Haris.
Pelaporan tiga lembaga negara atas Haris, sambungnya, jelas tidak menggambarkan kegentingan atas adanya narkotika di Indonesia.
"Apalagi kalau Polri, BNN, dan TNI mengklaim telah bekerja keras dan menghukum keras pelaku narkoba," ujarnya.
Menurut Usman, kriminalisasi terhadap Haris merupakan ironi. Padahal, kata dia, penyataan Haris merupakan informasi penting atas adanya sinyalemen keterlibatan aparat hukum dalam bisnis narkotika.
Selain itu, langkah kriminalisasi terhadap Haris akan berdampak buruk bagi seluruh institusi hukum. Dia menilai masyarakat akan menuduh pemerintah melindungi para oknum aparat hukum yang terlibat dalam bisnis narkotika.
"Karena itu, Presiden perlu membentuk tim investigasi dan memerintahkan pimpinan tiga lembaga itu untuk menghentikan perkara Haris Azhar," ujar Usman.
Di sisi lain, Usman menegaskan, tiga lembaga hukum yang melaporkan Haris juga wajib mengutamakan kepentingan umum. Menurutnya, informasi Haris lebih ditujukan untuk kepentingan umum, bukan mendiskreditkan lambaga hukum.
Terkait dengan cerita itu, Haris dilaporkan ke polisi oleh tiga lembaga. Ini terdiri dari Sub Direktorat Hukum BNN dengan Laporan Polisi bernomor 765/VIII/Bareskrim Polri/2016, Badan Pembina Hukum TNI dengan nomor 766/VIII/Bareskrim Polri/2016, dan Divisi Hukum Polri dengan nomor 767/VIII/Bareskrim Polri/2016.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, Haris diduga melanggar pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam tulisan yang disebarkannya melalui media sosial.
(asa)