Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai perlindungan bagi aktivis atau pembela HAM di Indonesia masih sangat minim. Hingga saat ini belum ada aturan tegas terkait perlindungan bagi aktivis.
Wakil Ketua Komnas HAM, Siti Noor Laila, mengatakan Indonesia memiliki Undang-undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Namun UU tersebut tak bisa digunakan untuk melindungi hak-hak para aktivis.
"Belum ada aturan soal itu. Tidak bisa juga kalau dimasukkan ke aturan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) karena terlalu umum," kata Laila di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (5/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laila menuturkan, aturan tentang perlindungan HAM sebenarnya ada dalam UU Nomor 39 Tahun 1999. Hanya saja, aturan tersebut tidak menjelaskan secara spesifik soal perlindungan bagi aktivis.
Saat ini, lanjutnya, Komnas HAM tengah mengusulkan revisi UU tersebut dengan melakukan penambahan pasal tentang pembelaan bagi aktivis HAM. Namun hingga kini revisi belum dibahas di DPR RI.
Berkaca dari peristiwa pelaporan polisi terhadap Koordinator KontraS, Haris Azhar, Laila berpendapat polisi mestinya tak langsung menuding bahwa tulisan yang disampaikan Haris adalah kebohongan publik.
Dia khawatir pelaporan polisi terhadap Haris membuat masyarakat takut memberikan informasi. Karenanya, perlu ada aturan soal perlindungan bagi aktivis yang tidak hanya dilakukan saat terjadi kasus, namun sejak awal ketika akan mengungkap informasi.
Menurut Laila, tulisan yang disampaikan Haris atas pengakuan terpidana mati Fredi Budiman cukup dijadikan bahan evaluasi dan refleksi bagi aparat penegak hukum.
"Saya setuju dengan pernyataan presiden. Mestinya (tulisan) itu jadi bahan evaluasi saja, tidak perlu sampai diproses hukum," ujarnya.
(meg)