Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan masih berusaha untuk menghadirkan mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengajuan Peninjauan Kembali atas perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan, Eddy diduga telah berada di luar negeri usai perintah pencegahan terhadapnya dikeluarkan oleh KPK. Selain itu, Eddy juga telah tiga kali mangkir dari panggilan pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus tersebut.
"Penyidik akan melakukan upaya-upaya lain untuk bisa menghadirkan dia sebagai saksi. Memang keberadaannya saat ini masih di luar negeri," ujar Yuyuk di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/8).
Meski demikian, Yuyuk enggan menyampaikan bagaimana strategi KPK untuk menghadirkan Eddy. Ia hanya menegaskan, KPK akan tetap berusaha dan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengahdirkan Eddy.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain Eddy, Yuyuk berkata, KPK juga berencana mengahadirkan mantan PNS Mahkamah Agung Royani sebagai saksi dalam kasus yang sama. Royani juga diduga telah berada di luar negeri dan dipastikan tiga kali mangkir dari panggilan KPK.
"Upaya-upaya terus ada. Jadi KPK tidak tinggal diam menghadirkan mereka sebagai saksi," ujar Yuyuk.
Lebih lanjut, Yuyuk kembali menyampaikan, penyidik KPK telah mendapat akses dari Mabes Polri untuk memeriksa empat personel Polri yang pernah mengawal mantan Sekeretaris MA Nurhadi Abdurrachman.
Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk menyelidiki dugaan keterlibatan Nurhadi dalam suap yang melibatkan tersangka mantan Panitera Pengganti PN Jakpus Edy Nasution.
"Untuk empat polisi itu sudah ada koordinasi antara Polri dan KPK, tapi tinggal menunggu penyidik saja kapan dilakukan pemeriksaan," ujarnya.
Sebelumnya, dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Rabu (29/7), tersangka swasta pemberi suap Doddy Aryanto Supeno diketahui memberikan uang suap tersebut bersama sejumlah petinggi Grup Lippo lainnya yakni Eddy Sindoro, Hery Sugiarto, Ervan Adi Nugroho, dan Wresti Kristian Hesti.
"Terdakwa adalah pegawai PT Artha Pratama Anugerah yang merupakan anak perusahaan Lippo Group dengan Presiden Komisaris Eddy Sindoro," kata Jaksa Penuntut Umum Fitroh Rohcayanto, Rabu (29/6).
Fitroh menerangkan, perkara yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu melibatkan dua anak perusahaan Grup Lippo. Mereka adalah PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dengan PT Kwang Yang Motor Co, Ltd (Kymco) serta PT First Media melawan PT Across Asia Limited (AAL).
Perkara PT MTP berawal ketika mereka tak memenuhi panggilan aanmaning atau peringatan pengadilan untuk melaksanakan putusan perkara perdata dengan PT Kymco. Eddy Sindoro kemudian memerintahkan Wresti untuk mengupayakan penundaan pemanggilan tersebut.
"Menindaklanjuti perintah itu, Wresti kemudian menemui Edy Nasution dan meminta penundaan yang disetujui Edy Nasution dengan imbalan sebesar Rp100 juta," kata jaksa.
Sementara itu, perkara PT AAL bermula dari putusan kasasi Mahkamah Agung yang menyatakan PT AAL pailit pada 7 Agustus 2015. Atas putusan kasasi tersebut, PT AAL memiliki waktu 180 hari untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Namun, hingga batas akhir waktu tersebut, PT AAL tidak segera mengajukan PK. Jaksa menyatakan demi kredibilitas perusahaan yang tengah berperkara di Hong Kong itu, Eddy Sindoro kemudian kembali memerintahkan Wresti untuk mengupayakan pengajuan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Wresti menemui Edy Nasution dan meminta agar menerima pendaftaran PK PT AAL meski waktu pendaftarannya sudah lewat," ucap jaksa Fitroh.
Dalam dakwaannya disebutkan, Edy tidak bersedia lantaran waktu pengajuan PK sudah lewat. Namun Wresti kemudian menawarkan sejumlah uang pada Edy dan disepakati jumlah sebesar Rp50 juta.
(yul)