Abaikan Grasi, Eksekusi Mati Tahap Tiga Dibawa ke Komnas HAM

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Kamis, 11 Agu 2016 22:20 WIB
Eksekusi mati terhadap tiga terpidana mati Juli lalu disebut melanggar undang-undang karena Kejagung abaikan grasi yang belum mendapatkan jawaban presiden.
Eksekusi mati terhadap tiga terpidana mati Juli lalu disebut melanggar undang-undang karena Kejagung abaikan grasi yang belum mendapatkan jawaban presiden. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Advokat Boyamin Saiman mengadukan pelaksanaan eksekusi mati tahap tiga di era pemerintahan Presiden Joko Widodo ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Kamis (11/8). Menurutnya, eksekusi yang dilaksanakan pada 29 Juli lalu itu merupakan sebuah pembunuhan, bukan proses hukum yang sah.

Boyamin berkata, tiga terpidana yang dieksekusi mati, yaitu Fredi Budiman, Seck Osmane, dan Humprey Ejike Eleweke, telah mengajukan grasi. Ketiganya saat itu masih menunggu jawaban Jokowi: menolak atau menerima permohonan pengurangan hukuman itu.

Humprey mengajukan grasi melalui kuasa hukumnya pada 25 Juli lalu. Dua hari kemudian, Seck Osmane ikut mengajukan grasi. Sementara Fredi Budiman mengirim nota grasi pada 28 Juli.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat mengadu ke Komnas HAM, Boyamin membawa lampiran tanda terima permohonan grasi dari pengadilan dan Istana Kepresidenan.
Grasi Humprey dan Seck telah diterima pengadilan dan istana. Sedangkan permohonan grasi Fredi baru diterima Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Namun pengajuan semua grasi itu diabaikan. Ketiganya tetap dieksekusi.

Menurut Boyamin, ketiga terpidana mati tersebut tidak layak menjalani eksekusi mati sebelum menerima jawaban Jokowi. Ia berkata, eksekusi terhadap tiga terpidana kasus narkotik itu setidaknya dilakukan enam bulan lagi, sesuai batas waktu maksimal presiden menjawab grasi yang diajukan.

Boyamin mendasarkan argumennya itu pada pasal 13 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi. Pelaksanaan eksekusi mati yang tidak sesuai dengan pasal itu, kata dia, sama dengan pelanggaran atas undang-undang.

“Kalau tidak sah, dapat dikategorikan menghilangkan nyawa orang. Dalam KUHP, menghilangkan nyawa orang itu pembunuhan,” ujarnya.
Dalam laporannya, Boyamin menyebut Jaksa Agung Prasetyo dan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Noor Rachmad sebagai pejabat negara yang bertanggung jawab atas eksekusi mati itu.

Sebelum mengadu ke Komnas HAM, Boyamin sebelumnya membuat laporan serupa kepada Komisi Kejaksaan dan Jaksa Agung Muda Pengawasan. Pekan depan, ia berencana mengadukan kasus ini ke DPR.

“Ketika ada orang lain dieksekusi, padahal sedang mengajukan grasi, maka saya akan bawa kasus itu ke mana pun. Biar Kejaksaan Agung paham, orang yang sedang mengajukan grasi tidak bisa dieksekusi,” tuturnya.
(abm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER