Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Dalam Negeri memiliki tiga opsi sistem pemilu anggota DPR dan DPRD yang dituangkan pada draf kodifikasi RUU Pemilu. Ketiga opsi itu adalah sistem pemilu proporsional terbuka, tertutup, dan kombinasi.
Pada opsi sistem proporsional terbuka, pemungutan suara dirancang berjalan sama seperti pemilu-pemilu sebelumnya. Pemegang hak suara dapat memilih partai politik dan calon anggota legislatifnya secara bebas. Penentuan caleg yang meraih kursi di lembaga legislatif ditentukan oleh besaran suara yang diperoleh saat pemungutan suara.
Sementara, pada sistem proporsional tertutup pemegang hak suara hanya bisa memilih parpol. Penentuan caleg yang menempati kursi perwakilan rakyat murni menjadi kewenangan partai, dengan memperhatikan besaran jatah kursi yang mereka peroleh dalam pemilu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada sistem proporsional campuran, pemegang hak suara dapat memilih parpol atau caleg yang diajukan. Namun, parpol memiliki kewenangan memilih caleg yang akan ditempatkan di lembaga perwakilan tanpa harus terpaku pada perolehan suara caleg.
"Kami sudah konsultasi dengan Ketua MPR dan beliau cukup bijak, proporsional kombinasi cukup bagus. Tapi ada parpol yang ingin (proporsional) tertutup karena hak politik dan kedaulatan orang menjadi anggota DPR itu kan karena partai politik," ujar Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di kantor Kemdagri, Jakarta, kemarin.
Ketiga opsi sistem pemilihan itu akan dibahas bersama oleh Pemerintah sebelum draf kodifikasi RUU Pemilu diserahkan ke DPR RI.
Tjahjo berkata, draf Kodifikasi RUU Pemilu sudah berada di tangan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto. Targetnya, draf akan diserahkan ke DPR sebelum Oktober.
"Mudah-mudahan begitu Pak Menkopolhukam putuskan, nanti kita ajukan apakah (draf) perlu dibahas dalam ratas atau tidak. Pada prinsipnya, arahan Presiden menyatakan bahwa pasal yang ada dan sudah baik tidak perlu diubah," ujarnya.
(obs)