Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo angkat bicara menanggapi penetapan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam perizinan tambang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, kemarin (23/8).
Tjahjo mengaku terkejut dengan penetapan Nur Alam sebagai tersangka oleh KPK. Dia pun berjanji akan mengecek detail kasus Nur Alam sebelum mengambil keputusan atas penetapan tersangka sang Gubernur.
"Akan kami cek, masalah apa detailnya. Apakah masalah kebijakan atau masalah lain yang dianggap KPK sudah memenuhi alat bukti yang cukup sehingga dia ditetapkan menjadi tersangka," ujar Tjahjo di Alor, Nusa Tenggara Timur, Rabu (24/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemarin, Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif mengatakan penetapan Nur Alam sebagai tersangka berdasarkan dua alat bukti hasil pengembangan penyelidikan yang dilakukan oleh KPK terkait persetujuan izin usaha tambang di Sultra tahun 2009-2014.
"KPK telah menemukan dua alat bukti dan sedang diperbanyak lagi dan menetapkan NA Gubernur Sulawesi Tenggara sebagai tersangka," ujar Syarif di Kantor KPK, Jakarta.
Walau sudah menyandang status tersangka, namun Tjahjo belum menonaktifkan Nur Alam dari jabatannya sebagai gubernur. Alasannya, penetapan Nur Alam sebagai tersangka bukan melalui operasi tangkap tangan (OTT).
"Belum nonaktif karena ini bukan OTT. Kami akan terus ikuti proses hukumnya. Memang KPK sudah melaksanakan koordinasi mengenai area rawan korupsi yang terkait kebijakan izin pertambangan. Kami belum tahu apakah ini masalah kebijakan atau indikasi lainnya," ujarnya.
Nur Alam diduga telah melakukan perbuatan hukum dengan menyalahgunakan kewenangannya sebagai gubernur untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi.
Ada sejumlah aturan atau kebijakan yang dikeluarkan oleh Nur Alam kepada PT Anugerah Harisma Barokah (AHB) yang diduga sebagai bagian dari modus korupsinya. PT AHB adalah perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Buton dan Bombana, Sultra.
Kebijakan yang dikeluarkan Nur Alam kepada PT AHD, yaitu Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan dan Ekplorasi, serta SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Pertambangan Operasi Produksi.
"SK tersebut diduga dikeluarkan tidak sesuai aturan yang berlaku," ujar Syarif.
(asa)