Pengelolaan Hutan Tak Transparan, Negara Rugi Puluhan Triliun

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Kamis, 25 Agu 2016 17:13 WIB
Kerugian Terbesar bersumber dari praktik pembalakan liar yang nilainya bisa mencapai Rp35 triliun per tahun
Kebakaran hutan, tumpang tindih status hutan dan perizinan hutan menyumbang kerugian paling besar di sektor kehutanan. (ANTARA FOTO/HO/Mike)
Jakarta, CNN Indonesia -- Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas mengatakan minimnya keterbukaan data dalam tata kelola industri kehutanan telah memperbesar potensi kehilangan pendapatan nasional pada sektor kehutanan. Kerugian negara akibat hal itu bahkan mencapai puluhan triliun per tahun.

Firdaus mengungkapkan sejauh ini pemerintah belum memiliki one map policy yang memuat seluruh data sektor kehutanan termasuk pemetaan luas lahan berdasarkan jenis hutan dan data produksi sektor kehutanan.

"Data kehutanan antar lembaga pemerintah saja masih bisa berbeda. Pemerintah kecenderungan menjadikannya (data) tertutup. Ada kemungkinan ditutup-tutupi atau memang karena tidak ada datanya," ujar Firdaus dalam Seminar Nasional bertajuk 'Lestarikan Hutan Jangan Lestarikan Korupsi' pada Kamis (25/8) di Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, ketiadaan data yang sinkron di antara institusi pemerintah telah memperbesar potensi kehilangan penerimaan negara pada sektor kehutanan. Sebab, kata dia, tak ada data valid yang mencantumkaan berapa besar produksi kayu dan hasil hutan lain yang dihasilkan dan seharusnya masuk dalam penerimaan negara.
Peneliti Direktorat Penelitian dan Pengembangan Kedeputian Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Hariadi Kartodiharjo menyebut sumber permasalahan mendasar di sektor kehutanan terletak pada ketidakjelasan atau tumpang tindih status hutan serta korupsi perizinan hutan.

Hariadi mengungkapkan, pada tahun 2014 ditemukan sekitar 1,3 juta hektare izin tambang yang berada dalam kawasan hutan konservasi dan 4,9 juta hektare berada dalam kawasan hutan lindung. Akibatnya, negara kehilangan potensi penerimaan negara sebesar Rp15,9 triliun per tahun.

"Belum lagi kerugian negara akibat pembalakan liar yang bisa mencapai Rp35 triliun per tahun," kata Hariadi.

Pada tahun 2015 KPK menemukan data produksi tahun 2013-2014 yang tercatat lebih rendah dari volume kayu yang dipanen.

Total produksi kayu selama 2013-2014 mencapai 630,1 sampai 772,8 juta meter kubik. Sedangkan menurut statistik resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), produksi kayu komersial dari hutan alam di Indonesia selama 2013-2014 hanya mencapai 143,7 meter kubik.

Menurut Guru Besar Institut Pertanian Bogor ini, perbedaan data tersebut mengindikasikan KLHK hanya mencatat 19-23 persen dari total produksi kayu selama periode kajian.

"Ini artinya provisi sumber daya hutan (PSDH) tidak dikelola dengan baik," kata Hariadi.
Dalam penelitian yang dilakukan berdasarkan data 2003 hingga 2014, KPK juga menemukan kerugian akibat proses penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp 86,9 triliun. Di sisi lain, hasil yang didapat pemerintah sejak kurun waktu tersebut hanya Rp 31 triliun.

"Seharusnya pemerintah memungut penerimaan sebesar Rp 93,9 hingga Rp 118 triliun,” kata Hariadi.

Menurut Hariadi, potensi kehilangan ini diakibatkan tidak tersedianya data produksi seperti jenis dan asal kayu per perusahaan secara terperinci baik pada tingkat kementerian maupun pada tingkatan dinas (kab/kota).

"Penerimaan negara dari sektor kehutanan menjadi tidak bisa terkalkulasi dengan baik," kata Hariadi.
(wis/wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER