Jakarta, CNN Indonesia -- Masyarakat Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, mengetahui Pemerintah Kota Jakarta Selatan akan membongkar rumah dan kios mereka yang berada di pinggir jalur kereta api listrik sejak tahun 2015.
Namun, solidaritas antarwarga membuat mereka bertahan di lokasi itu hingga penggusuran benar-benar terlaksana hari ini, Kamis (1/9).
Dina, pengelola Panti Asuhan Yayasan Shohibul Istiqomah, menuturkan hal tersebut. Ia berkata, sebelum surat peringatan ketiga dilayangkan Pemkot Jaksel kemarin, masyarakat sudah bersiap menghadapi penggusuran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sudah lama tahu kalau akan ada penggusuran. Tapi kalau salah satu dari kami pindah, berarti kami tidak kompak," kata Dina.
Mayoritas kios di Rawajati yang diruntuhkan Satuan Polisi Pamong Praja pagi tadi merupakan kios dagang. Kawasan yang berada di sisi timur hunian vertikal Kalibata City itu padat aktivitas kuliner pinggir jalan saat malam hari.
Sri, seorang pedagang pulsa, emosional melihat kiosnya diruntuhkan alat berat. Perempuan berusia 42 tahun itu bertekad untuk tetap menempati bekas tempat jualannya sebagai bentuk protes kepada pemerintah.
"Kami akan mendirikan tenda biru. Kami akan terus tinggal di sini," ujarnya.
Sementara itu, Amri, seorang pedagang warung tegal, berencana memindahkan usahanya ke belakang Kalibata City. Ia belum akan mengikuti imbauan Pemda DKI Jakarta untuk pindah ke Rusun Marunda, Jakarta Utara.
Sekretaris Pemkot Jakarta Selatan Desi Putra mengatakan, lembaganya telah melayangkan dua surat peringatan sebelum penggusuran pagi tadi.
Surat peringatan pertama terbit 4 Juni 2015. Sedangkan peringatan kedua muncul empat hari setelahnya.
Pada 10 Juni 2015, Pemkot Jakarta Selatan menerbitkan surat perintah bongkar kepada Satpol PP.
Pada 25 Agustus lalu, Desi Putra memimpin rapat rencana pelaksanaan penertiban bangunan liar, pedagang kaki lima dan parkir liar di sepanjang Jalan Rawajati Barat. Alasannya, bangunan dan aktivitas itu berlangsung di jalur hijau.
"Kami sudah memberitahu warga untuk segera meninggalkan dan membongkar bangunan mereka sendiri. Tapi warga tidak melaksanakannya," kata Putra.
Putra yakin, meskipun penggusuran diwarnai penolakan dan aksi lempar batu dari warga, Pemkot Jakarta Selatan telah melewati seluruh prosedur. "Ada pertemuan juga dengan warga di kelurahan," tuturnya.
Pemda DKI Jakarta mengklaim telah menyediakan Rusun Marunda sebagai hunian baru bagi warga Rawajati yang tergusur. Putra berkata, terdapat 60 kepala keluarga asal Rawajati yang berhak menempati fasilitas itu.
Namun, sebagian warga Rawajati menolak. Mereka beralasan, rusun itu terlalu jauh dari tempat tinggal dan lokasi usaha lama mereka.
Penggusuran Rawajati menyisakan satu musala. Tempat ibadah itu masih berdiri tegak di pinggir rel KRL antara Stasiun Duren Kalibata dan Stasiun Pasar Minggu.
Ahad nanti, Suku Dinas Pertamanan direncanakan mulai melakukan penanaman di lahan gusuran Rawajati.
(wis/agk)