Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantsan Korupsi memeriksa para petinggi PT Billy Indonesia sebagai saksi dalam kasus korupsi penerbitan izin usaha pertambangan di kawasan Sulawesi Tenggara atas tersangka Gubernur Sultra Nur Alam.
Berdasarkan keterangan resmi, KPK memeriksa Direktur PT Billy Indonesia Distomy Lasmon, staf keuangan PT Billy Indonesia Endang Chaerul, dan dua karyawan PT Billy Indonesia Edy Janto dan Suharto Martosuroyo.
Selain petinggi PT Billy Indonesia, KPK juga memeriksa Direktur Utama PT Anugrah Harisma Barakah Ahmad Nursiwan dan dua orang pihak swasta yang masuk daftar cegah KPK, yaitu Emi Sukiati Lasmon dan Widi Aswindi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, PT Billy Indonesia merupakan perusahan tambang yang beroperasi di kawasan Kabupaten Bombana dan Konawe Selatan, Sultra.
PT Billy Indonesia merupakanan rekanan Richcorp International yang berbasis di Hong Kong. Laporan Hasil Analisis (LHA) yang dikeluarkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut bahwa perusahaan tersebut pernah mengirim uang US$4,5 juta ke Nur Alam.
KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam perizinan tambang di provinsi tersebut. Nur Alam diduga melakukan perbuatan hukum dengan menyalahgunakan kewenangannya sebagai gubernur untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi.
Terdapat sejumlah aturan atau kebijakan yang dikeluarkan oleh Nur Alam kepada PT Anugerah Harisma Barakah yang diduga sebagai bagian dari modus korupsinya.
Kebijakan yang dikeluarkan Nur Alam kepada perusahaan itu adalah Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan; SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan dan Ekplorasi; serta SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Pertambangan Operasi Produksi.
Atas tindakannya, Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(rdk)