Mantan Petinggi Grup Lippo Hadapi Vonis Hari Ini

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Rabu, 14 Sep 2016 09:42 WIB
Mantan petinggi Grup Lippo Doddy Aryanto Supeno dituntut lima tahun penjara dalam kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Terdakwa kasus dugaan pemberian suap Doddy Aryanto Supeno (kiri) menangis saat memeluk kerabatnya usai menjalani persidangannya. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan petinggi Grup Lippo, Doddy Aryanto Supeno akan menghadapi vonis majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu ini (14/9).

Doddy menjadi terdakwa kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, terkait penanganan dua perkara yang melibatkan Grup Lippo.

Dia dituntut lima tahun penjara dan denda Rp150 juta subsidier tiga bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kuasa hukum Doddy, Jeremy William berharap majelis hakim dapat memutus sesuai fakta di persidangan.

Menurutnya, pemberian uang sebesar Rp150 juta yang didakwakan pada Doddy tak terbukti seluruhnya.

"Uang yang Rp50 juta itu ternyata untuk kado pernikahan anak Edy. Sedangkan yang Rp100 juta tidak terbukti ada penyerahan," ujar Jeremy saat dihubungi, Rabu (14/9).
Selain itu, ia juga mengatakan bahwa Doddy tak terkait dengan perusahaan yang tengah berperkara tersebut. Oleh sebab itu Jeremy menilai dakwaan yang diberikan JPU janggal.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa uang Rp150 juta diberikan agar Edy Nasution menunda proses pelaksanaan putusan pengadilan terkait perkara perdata yang melibatkan dua anak usaha Grup Lippo di PN Jakarta Pusat.

Dua perusahaan itu adalah PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) yang bermasalah dengan PT Kwang Yang Motor Co, Ltd (Kymco), serta PT First Media yang bermasalah dengan PT Across Asia Limited (AAL).
PT MTP tak memenuhi panggilan aanmaning atau peringatan pengadilan untuk melaksanakan putusan terkait perkara perdata dengan PT Kymco. Komisaris Grup Lippo Eddy Sindoro kemudian memerintahkan stafnya, Wresti Kristian Hesti mengupayakan penundaan pemanggilan tersebut.

Uang kemudian diperoleh dari Hery Soegiarto selaku Direktur PT MTP yang diberikan pada Edy melalui terdakwa, di ruang bawah tanah Hotel Acacia pada Desember 2015.

Sementara itu, perkara PT AAL bermula dari putusan kasasi Mahkamah Agung yang menyatakan PT AAL pailit pada 7 Agustus 2015.

Atas putusan kasasi tersebut, PT AAL memiliki waktu 180 hari untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Namun, hingga batas akhir waktu tersebut, PT AAL tidak segera mengajukan PK.

Demi kredibilitas perusahaan yang tengah berperkara di Hong Kong itu, Eddy kemudian kembali memerintahkan Wresti mengupayakan pengajuan PK ke PN Jakarta Pusat. Wresti selanjutnya menawarkan sejumlah uang pada Edy dan disepakati jumlah sebesar Rp50 juta.

Uang itu kemudian diberikan oleh Presiden Direktur PT Paramount Enterprise International Ervan Adi Nugroho melalui terdakwa kepada Edy di Hotel Acacia pada 20 April 2016.

Tak lama setelah penyerahan uang itu, terdakwa dan Edy Nasution dibekuk petugas KPK dengan barang bukti berupa tas kertas bermotif batik yang berisi uang Rp50 juta.
(wis/obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER