Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya menyebut alih fungsi lahan di hulu sungai sebagai faktor utama penyebab banjir dan longsor.
Menurut Siti, alih fungsi lahan yang terjadi pada sebagian besar hulu sungai-sungai di Indonesia menurunkan tingkat resapan air dan jumlah vegetasi.
"Akhirnya larinya itu ke bagian hulu. Paling gawat terjadi alih fungsi tanaman di lereng-lereng hulu sungai," ujar Siti di Jakarta, Senin (26/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Siti berkata, lereng sungai seharusnya ditanami jenis tanaman kayu. Tumbuhan itu penting untuk meningkatkan daya serap air di hulu sungai.
Namun yang terjadi di lapangan, kata Siti, lereng-lereng gunung dan bukit yang terletak di hulu sungai malah ditanami sayuran atau tumbuhan yang tidak berdaya serap air tinggi.
Alih fungsi lahan menjadi pertanian juga diperparah teknik penanaman yang tidak tepat. Menurut Siti, banyak tanaman perkebunan di lereng gunung ditutupi plastik.
"Kalau sudah ditutup seperti itu, seratus persen air akan mengalir ke bawah. Berarti akan terjadi longsor dan banjir besar di bawahnya," kata Siti.
 Warga melintasi jalan yang sebagian runtuh menuju lokasi longsor di Desa Gumelem Kulon, Susukan, Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu (19/6). (ANTARA FOTO/Idhad Zakaria) |
Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung KLHK Hilman Nugroho mengatakan, kondisi kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS) yang marak areal pertanian lahan kering (hortikultura) sayuran menambah besar potensi air limpasan permukaan ketika hujan.
Hal ini, kata Hilman, menjadi salah satu faktor daerah rawan akan banjir dan longsor.
Cara mengurangi potensi banjir dan longsor, kata Hilman, salah satunya dengan menambah tutupan pohon pada lereng gunung di hulu sungai. Khususnya pada lahan yang berada pada topografi sangat curam.
"Selain itu, kegiatan pembalakan liar dan galian juga memperburuk kondisi hulu DAS," kata Hilman.
September 2015, KLHK menyurati para kepala daerah terkait penanganan lingkungan mengantisipasi bencana seperti banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan.
KLHK juga meminta pimpinan BUMN, BUMS, dan BUMD di Indonesia untuk menanggulangi bencana lingkungan melalui penanaman dan pemeliharaan pohon.
“Kami minta agar mereka alokasikan minimal satu persen per tahun dari APBD dan 10 persen dari total dana CSR," ucap Hilman.
Longsor dan banjir kerap terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Kejadian besar terakhir terjadi di Garut dan Banjarnegara.
Air limpasan yang mengalir ke sungai Cimanuk, tutur Hilman, melebihi kapasitas tampung sungai. Volume air yang begitu banyak masuk ke badan sungai menyebabkan longsoran di dinding sungai yang kemudian membendung dan menahan air hingga akhirnya jebol menyebabkan banjir bandang.
Hilman menyatakan, kawasan hulu DAS Cimanuk marak dialih fungsikan menjadi pertanian lahan kering sayuran seperti tomat, cabai, kubis, kacang-kacangan.
Pertanian lahan kering di kawasan hulu DAS Cimanuk mencapai luasan 28 ribu hektare atau 47,99 persen dari total luasan hulu DAS seluas 59 ribu hektare.
"Disinyalir juga ada kegiatan pembalakan liar dan galian C yang memperburuk kondisi (hulu DAS Cimanuk)," kata Hilman.
(abm)