Jokowi Didesak Buka Dokumen Penghentian Kebakaran Hutan Riau

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Selasa, 04 Okt 2016 07:33 WIB
Presiden bisa menginstruksikan Kapolri untuk melakukan gelar perkara khusus soal penerbitan penghentian penyidikan atas 15 korporasi yang diduga membakar hutan.
Presiden bisa menginstruksikan Kapolri untuk melakukan gelar perkara khusus soal penerbitan penghentian penyidikan atas 15 korporasi yang diduga membakar hutan.. (ANTARA FOTO/Rony Muharrman)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendorong Presiden Joko Widodo agar segera menginstruksikan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk membuka dokumen penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) 15 perusahaan yang diduga membakar hutan dan lahan di Riau.

"Presiden masih bisa buka dokumen SP3 kalau mau. Presiden bisa dorong Kapolri untuk buka (dokumen SP3). Kami harap Presiden mau melakukannya," ujar Kepala Divisi Advokasi Hak Ekonomi Sosial KontraS, Ananto, di Jakarta.

Menurut Ananto, pembukaan dokumen SP3 itu bisa dilakukan atas persetujuan khusus dari Presiden. Menurutnya, Presiden juga bisa menginstruksikan Kapolri untuk melakukan gelar perkara khusus terkait penerbitan SP3 ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 14/Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, gelar perkara khusus bisa dilakukan ketika Kapolri mendapat persetujuan khusus dari Presiden. Selain itu, gelar perkara khusus dapat dilakukan ketika suatu kasus telah menyorot perhatian publik secara luas.

"Gelar perkara khusus untuk SP3 15 perusahaan juga sudah memenuhi syarat, salah satunya telah menjadi perhatian publik dan berdampak massal. Tinggal lihat keputusan Presiden dan Kapolri," kata Ananto.

Pernyataan Kapolri yang mendukung masyarakat mengajukan praperadilan terhadap SP3, ujar Ananto, tidak diiringi dengan terbukanya akses dokumen SP3 itu bagi publik. Padahal, dokumen SP3 merupakan kunci masyarakat bisa mengajukan praperadilan terhadap penerbitan SP3 tersebut.

"Kami menilai akses terhadap dokumen SP3 oleh polisi juga tidak menjanjikan untuk dilakukan praperadilan oleh publik. Statement Kapolri hanya janji manis yang ditawarkan kepada publik," kata Ananto.

Sementara Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menilai, Tito Karnavian tidak memiliki keberanian untuk menganulir SP3 ketika penghentian penyidikan tidak didasari alasan bukti yang jelas dan trasnparan.

Untuk itu Koordinator Jikalahari Woro Supartinah mendesak Presiden Jokowi untuk bisa menginstruksikan Kapolri melakukan gelar perkara khusus atas SP3 15 perusahaan tersebut.

"Presiden harus turun tangan, sebab putusan SP3 bertentangan dengan komitmen Presiden sendiri terkait penegakan hukum bagi pembakar hutan dan lahan," kata Woro.

Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat sedang mengusut keabsahan penerbitan SP3 oleh Kapolda Riau. Dalam waktu dekat, Panitia Kerja Kebakaran Hutan dan Lahan Komisi III DPR berencana memanggil mantan Kapolda Riau Inspektur Jenderal Dolli Bambang Hermawan terkait pemberian SP3.

Pada 2015, Polda Riau menangani 18 perusahaan yang diduga membakar hutan dan lahan. Dari jumlah itu, hanya tiga kasus yang dinyatakan lengkap dan layak dilanjutkan. Tiga kasus itu melibatkan PT Langgam Inti Hibrindo, PT Palm Lestari Makmur, dan PT Wahana Subur Sawit.

Sementara untuk 15 perusahaan lain, penyidikannya dihentikan oleh Polda Riau. Perusahan-perusahaan itu antara lain PT Bina Duta Laksana, PT Dexter Perkasa Industri, PT Sumatera Riang Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan, KUD Bina Jaya Langgam, dan PT Palm Lestari Makmur.

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang terdiri dari, KontraS, Jikalahari, Indonesian Center for Environmental Law, dan Indonesia Corruption Watch menilai negara tak serius dalam berupaya menghukum pihak-pihak yang merugikan masyarakat terkait kasus kebakaran hutan.

Pemberian SP3 menurut mereka juga menunjukkan lemahnya koordinasi antarinstansi penegak hukum. (rel/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER