Bolong Aturan Dana Kampanye Pilkada Jakarta

Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Rabu, 19 Okt 2016 11:51 WIB
Terdapat kekosongan aturan soal batasan jumlah penerimaan sumbangan dana kampanye dalam UU Pilkada, yang dicemaskan berpotensi memicu kecurangan secara masif.
KPU DKI Jakarta mengatakan, ada kekosongan aturan soal batasan jumlah penerimaan sumbangan dana kampanye. (Ilustrasi/CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sepuluh hari lagi Jakarta akan memasuki masa kampanye pemilihan kepala daerah. Namun transparansi dana kampanye para bakal calon gubernur masih jadi masalah, termasuk dari pihak penyelenggara pilkada, yakni Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta.

KPUD Jakarta menetapkan batasan sumbangan bagi para pasangan calon gubernur dak wakil gubernur. Sumbangan bisa berasal dari pasangan calon itu sendiri, perseorangan, badan hukum atau badan swasta, dan partai politik pendukung pasangan calon.

Untuk sumbangan dari pasangan calon, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tidak menjelaskan berapa banyak jumlah uang yang boleh mereka keluarkan, termasuk batasan maksimalnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara untuk sumbangan perseorangan yang tak memiliki keterikatan dengan pasangan calon, KPU menetapkan angka maksimal Rp75 juta. Angka itu bukan kumulatif dari seluruh penyumbang perseorangan, melainkan untuk masing-masing individu.

Berikutnya sumbangan dari badan hukum atau badan swasta, UU Pilkada mematok besaran maksimal Rp750 juta. Meski jumlah sumbangan dibatasi, namun jumlah badan hukum atau swasta yang diperbolehkan menyumbang tidak dibatasi.

Sumbangan dari partai politik pendukung pasangan calon juga ditetapkan maksimal Rp750 juta. Oleh karena jumlah partai politik yang mendukung tiap pasangan calon berbeda, maka hasil akhir yang diperoleh tiap calon juga akan berbeda.
UU Pilkada, meski menyebut jumlah sumbangan maksimal yang bisa diberikan masing-masing komponen penyumbang kepada pasangan calon, namun jika ditotal secara kumulatif, tak mengatur batasan jumlah uang yang boleh diterima para pasangan calon.

KPU DKI Jakarta mengakui kekosongan aturan soal batasan jumlah penerimaan sumbangan tersebut. Celah ini membuat pasangan calon bisa mengumpulkan dana kampanye sebanyak-banyaknya.

Walau jumlah penerimaan tak dibatasi, pengeluaran pasangan calon diberi batasan jelas dalam UU Pilkada yang diturunkan ke Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2016.

Pembatasan pengeluaran terdiri dari enam aspek, yakni aktivitas rapat umum yang meliputi jumlah peserta, frekuensi kegiatan, dan standar biaya daerah; pertemuan terbatas; pertemuan tatap muka; pembuatan bahan kampanye; alat peraga kampanye yang dibiayai pasangan calon; dan bahan kampanye yang dibiayai pasangan calon.

Pembatasan biaya pengeluaran tak akan sama untuk tiap daerah karena masing-masing daerah memiliki luas berbeda. Pembatasan di Banten misalnya pasti akan berbeda dengan di DKI Jakarta.

Ditambah lagi dengan adanya bantuan KPU terkait pembuatan bahan kampanye, alat peraga kampanye, dan bahan kampanye, maka tiap daerah pasti akan memiliki perbedaan biaya pengeluaran.

"Secara otomatis, sumbangan berapapun yang diterima pasangan calon akan dibatasi oleh pengeluaran. Di UU yang dibatasi bukan penerimaan, melainkan pengeluaran,” kata Komisioner KPUD Jakarta, Dahliah Umar, Selasa (18/10).

Namun hingga kini KPU DKI Jakarta belum membahas batas pengeluaran tersebut.

Terkait ketiadaan batasan maksimal penerimaan, hal itu berpotensi membuat sisa dana besar menghiasi Pilkada Jakarta.

Misalkan dana yang dikumpulkan pasangan calon mencapai Rp100 miliar tapi batas pengeluaran hanya Rp40 miliar, maka akan ada sisa dana Rp60 miliar.

Jika sisa dana tersebut berasal dari pihak yang jelas identitasnya, maka uang bisa masuk ke kas negara. Namun jika asal uang sumbangan itu tak jelas, misal pemberi sumbangan tak mencantumkan data diri lengkap, maka masalah baru akan muncul karena aturan soal sisa dana kampanye memang belum ada.

"Sisa dana kampanye itu belum tahu akan dikemanakan, apakah dikembalikan ke kas negara atau dikelola pasangan calon setelah terpilih," kata Komisioner KPUD Jakarta, Betty Epsilon Idroos.
Aturan Pelik Dana Kampanye Pilkada Jakarta KPU DKI Jakarta mengakui ada kekosongan aturan soal batasan jumlah penerimaan sumbangan dana kampanye. (CNN Indonesia/Gautama Padmacinta)
Ketidakjelasan soal pembatasan dana kampanye, khususnya untuk Pilkada DKI Jakarta, memunculkan perbedaan pandangan. Ada yang setuju penerimaan sumbangan dibatasi, ada yang yang menganggap tak perlu.

Sekretaris Tim Pemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, Syarif, tak sepakat dengan pembatasan dana. Jika penerimaan sumbangan kampanye dibatasi, kata dia, hal itu menyebabkan ketidakadilan bagi pasangan calon dalam mencari bantuan dana.

Terkait sisa dana kampanye, Syarif mengatakan tak masalah jika ilegal (pemberi tak jelas identitasnya) pun masuk ke kas negara. Namun, kata dia, beda lagi jika dana berasal dari sumber legal yang jelas identitasnya.

Syarif berpendapat, dana legal mestinya menjadi hak pasangan calon. Maka akan dipakai untuk apa sisa dana itu, menjadi hak pasangan calon.

"Kalau dana legal itu berasal dari perseorangan lalu dikembalikan ke perseorangan, menurut saya malah akan kontraproduktif," ujar Syarif.

Berbeda dengan tim Anies-Sandi, Koordinator Teman Ahok Amalia Ayuningtyas dari kubu Ahok-Djarot justru tak sepakat dengan ketiadaan aturan pembatasan maksimal penerimaan dana kampanye.

Tanpa pembatasan, potensi kecurangan akan besar. Amalia berniat menanyakan langsung soal polemik dana kampanye itu ke KPU DKI Jakarta.
Indonesia Corruption Watch sudah memprediksi soal dana kampanye akan jadi masalah. Peneliti ICW Donal Fariz sempat mengatakan, makin dekat masa kampanye, peluang para calon memanipulasi dana kampanye juga akan makin besar.

Jika ini benar sampai terjadi, Donal menyayangkannya karena pemerintah pusat telah berinisiatif memberikan bantuan dana kampanye demi menurunkan pengeluaran para pasangan calon kepala daerah.

Lebih mengkhawatirkan lagi, ujar Donal, jika dana sumbangan kampanye yang membeludak tersebut tidak dilaporkan dengan benar ke KPU DKI Jakarta. Sebab selama ini jika pilkada berlangsung, tak jarang Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye dari pasangan calon justru memperlihatkan angka yang dinilai terlalu kecil.

Saat ini, beberapa pasangan bakal calon yang akan bertarung di Pilkada Jakarta telah memprediksi jumlah uang yang mereka rencanakan keluarkan selama masa kampanye. Hanya pasangan Agus Yudhoyono-Sylviana Murni yang masih bungkam soal nominal.

Kubu Ahok-Djarot menargetkan jumlah dana kampanye tak akan lebih dari Rp15 miliar, sementara tim Anies-Sandi mematok angka jauh lebih tinggi, Rp75 miliar.

Jika tak diatur rinci, anggaran –yang notabene penting sebagai modal kampanye– selamanya akan selalu jadi persoalan pelik. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER