Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perhubungan menjalin kerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam memberantas praktek pungutan liar di lembaganya, khususnya terkait perizinan pelayaran.
Menteri Perhubungan Budi Karya mengatakan kerjasama ini untuk memudahkan proses evaluasi dan pengurusan izin pelayaran. Sehingga nelayan maupun pihak pihak terkait bisa melakukan pengurusan dengan cepat dan mudah tanpa takut pungutan liar.
"Sudah mulai dilakukan, kami juga sedang berpikir ke arah penyederhanaan perizinan berlayar, nanti Dirjen Perhubungan Laut yang kerjasama dengan KKP," kata Budi di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (24/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi menuturkan pihaknya telah beberapa kali melakukan komunikasi dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait pengurusan perizinan berlayar bagi nelayan maupun kapal-kapal besar yang selama ini dianggap terlalu dipersulit.
"Kami sempat berkomunikasi beberapa kali dengan Ibu Menteri, kita diskusi soal banyaknya syarat berlayar, juga kita diskusi soal beberapa kegiatan melaut yang dibatasi oleh KKP, ternyata
illegal fishing, jangan sampai kita salah kaprah juga memberi izin berlayar kepada para pencuri," katanya.
Oleh karena itu, kerjasama ini kata Budi memang berkaitan dengan penyederhanaan dokumen perizinan pelayaran yang selama ini terlalu menyusahkan nelayan dan disinyalir menjadi ladang para oknum untuk mencari keuntungan (Pungli).
Misalnya, Budi mencontohkan, banyak nelayan yang melakukan aksi
markdown atau pemalsuan ukuran kapal yang tidak sesuai dengan angka panjang dan berat kapal di dokumen.
"Masyarakat inginnya buru-buru, mereka bohong kalau ternyata kapalnya 75
gross tone, jadi 20
gross tone, ini misal yah. Ini tidak boleh makanya kita kerjasama dengan KKP, masyarakat juga harus tahu itu salah, kita juga. Sama-sama lah kita," katanya.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono mengatakan, salah satu persyaratan pengurusan surat izin pelayaran yang akan dihapus nantinya adalah
Basic Safety Training (BST).
BST merupakan syarat berupa sertifikasi pelayaran yang didapat dari sekolah berlayar.
Antonius menyebut BST paling banyak digunakan sebagai ladang praktek pungli para oknum. Pasalnya, kata dia, para nelayan yang mengurus surat izin berlayar lebih memilih membayar pembuatan BST melalui jalur belakang daripada harus mengikuti kursus pelayaran hingga berbulan bulan.
"Nanti si oknumnya nawarin, mau enggak segini nanti enggak usah sekolah, ya nelayan kita tahu apa, sekolahnya kebanyakan tamatan Sekolah Dasar (SD) makanya mereka lebih pilih bayar daripada repot, makanya yang seperti ini (pungli) harus berantas," kata dia.