ANALISIS

Jurus Sapu Bersih Jokowi di Pelabuhan

CNN Indonesia
Kamis, 03 Nov 2016 10:28 WIB
Jokowi memprioritaskan perbaikan layanan pelabuhan guna mendukung Poros Maritim dunia. Masalahnya, pungli di sana pun diduga berjalan sejak lama.
Jokowi memprioritaskan perbaikan layanan pelabuhan guna mendukung Poros Maritim dunia. Masalahnya, pungli di sana pun diduga berjalan sejak lama. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Belum genap satu bulan Presiden Joko Widodo alias Jokowi membentuk Tim Satuan Tugas Pemberantasan Pungutan Liar (Saber Pungli), masyarakat kembali dikejutkan dengan dua operasi tangkap tangan (OTT) yang terbilang cukup besar.

OTT pertama dilakukan terhadap Direktur Operasional PT Pelabuhan Indonesia III, Rahmat Satria, di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Senin (31/10).

Dalam OTT itu, Tim Saber Pungli menyita uang sebesar Rp600 juta dari ruang kerja Rahmat. Uang itu ditengarai merupakan bagian kecil dari total pungutan liar atau pungli yang bisa dikumpulkan Rahmat dari para pengusaha.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di hari yang sama pula, Kepolisian Daerah Sumatera Utara meringkus sejumlah oknum Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Upaya Karya Pelabuhan Belawan, Medan, Sumut.

Dari tangan sejumlah oknum tersebut, Kepolisian menyita uang sebesar Rp330 juta. Uang itu diduga merupakan hasil pungli dari pengusaha yang melabuhkan kapalnya di pelabuhan tersebut.

Dua operasi pasca dibentuknya Satgas Saber Pungli seolah menunjukkan masih rendahnya kesadaran sejumlah aparatur dan penyelengara negara terkait atas peringatan yang dikeluarkan Jokowi.

Dalam paparan di depan anak buahnya, Jokowi menekankan bahwa praktik pungli harus diberantas.
Operator Satgas Saber Pungli mulai bekerja efektif di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)Foto: CNN Indonesia/Prima Gumilang
Operator Satgas Saber Pungli mulai bekerja efektif di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Iklim Investasi

Menurutnya, pungli yang terjadi di berbagai sektor, termasuk pelabuhan, telah mengganggu iklim investasi dan penerimaan negara.

“Yang namanya pungli, bukan masalah besar kecilnya. Tetapi keluhan yang sampai ke saya sudah puluhan ribu. Ini persoalan yang harus di selesaikan,” ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta.

Di lain pihak, Budi Karya, selaku orang nomor satu di Kementerian Perhubungan mengklaim telah memberi peringatan kepada anak buahnya.

Ia mengancam akan mengenakan sanksi berat hingga pidana jika praktik pungli masih terjadi di jajarannya.

“Saya tegaskan lagi kepada seluruh jajaran Kemenhub dan semua pemangku kepentingan mohon segera akhiri praktik pungli ini, sebelum hukum yang menghentikan,” ujar Budi dalam keterangan pers.

Jika ditelisik, pungutan liar sejatinya telah berakar, tidak hanya di pelabuhan. Namun, sebagai sektor dominan masuknya barang, pelabuhan dinilai perlu mendapatkan pengawasan khusus.

Pelabuhan saat ini merupakan salah satu sarana tranportasi penunjang keberhasilan pembangunan di era Jokowi.

Dalam pidatonya di Konfrensi Tingkat Tinggi Asia Timur di Myanmar akhir tahun lalu, Jokowi menyatakan akan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Ia menilai, bergesernya geo politik dan ekonomi dunia dari barat ke Asia Timur menjadi celah mewujudkan ambisinya tersebut.

Untuk dapat menjadi poros maritim dunia, ia menuturkan, sistem pelabuhan di Indonesia harus dimodernisasi sesuai dengan standar internasional sehingga pelayanan dan akses di seluruh pelabuhan mengikuti prosedur internasional.

Indonesia sebagai negara kepulauan mengutamakan ketersediaan kebutuhan dari proses distribusi laut.

Jika hal itu tak berjalan efektif, maka sejumlah harga komoditi akan merangkak naik.

Dari segi pendapatan pelabuhan juga terbilang besar. Khusus PT Pelindo III, misalnya,memperoleh pendapatan usaha sebesar Rp6,4 triliun dan memperoleh laba bersih sebesar Rp895 miliar pada akhir tahun lalu.

Sementara, Pelindo II dalam laporan 2015 juga mencatat  pendapatan operasi sebesar Rp7,7 triliun dan laba bersih sebesar Rp1,4 triliun.

Meski terbilang besar, angka itu diyakini bisa meningkat jika pelayanan dan infrastruktur pelabuhan diperbaiki.
Aktivitas di Tanjung Perak. (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Aktivitas di Tanjung Perak. (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)
Dalam laporan The Global Competitiveness Report 2011-2012 yang dibuat World Economic Forum menyebutkan, kualitas infrastruktur pelabuhan Indonesia berada di peringkat ke-103.

Indonesia jauh tertinggal dengan Malaysia yang menempati urutan ke-15, Thailand ke-47, dan Singapura di urutan pertama.

Rendahnya rating pelabuhan Indonesia tidak terlepas akibat pelayanan bongkar muat barang yang tidak efektif dan efisien, serta praktik korupsi yang dilakukan aparat pelabuhan.

Saat ini, tata kelola pelabuhan diatur oleh berbagai macam peraturan, salah satunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

UU yang terdiri dari 355 pasal itu mengatur tata kelola angkutan laut, pelabuhan, keselamatan dan keamanan, serta perlindingan lingkungan maritim.

UU itu tetap mengusung sistem hierarkis dalam tata kelola pelabuhan, yakni Pelindo merupakan kepanjangan tangan negara dengan menjadi operator sekaligus otoritas penyedia layanan di pelabuhan.

Meski UU itu dinilai akan berdampak baik bagi negara, namun minimnya pengawasan membuat sebagian oknum memanfaatkan celah kerumitan aturan tersebut.
Pelabuhan Belawan, Medan menjadi salah satu tempat OTT Satgas Saber Pungli. (www.bict.inaport1.co.id)Foto: (www.bict.inaport1.co.id)
Pelabuhan Belawan, Medan menjadi salah satu tempat OTT Satgas Saber Pungli. (www.bict.inaport1.co.id)
Ketidakpastian Pelayanan Publik

Dalam perkembangannya, pungli di pelabuhan disebabkan tingginya ketidakpastian pelayanan publik yang disajikan oleh negara.
Sebagian pengusaha, bisa jadi harus menempuh panjangnya birokrasi untuk mendapatkan izin bagi kelancaran bisnisnya.

Maka tidak heran, sebagian mereka pun akhirnya menyerah dan terpaksa memilih langkah instan untuk menyelesaikan masalah tersebut: membayar biaya tak resmi atau pungli.

Pungli dalam dunia hukum juga dinilai erat kaitannya dengan tindakan pemerasan. Pasalnya, pungli diduga kerap diiringi dengan kekerasan atau ancaman terhadap pihak yang tengah memiliki kepentingan.

Kini, Jokowi dituntut bekerja keras dan serius memberantas pungli. 

Jika keseriusan memberantasan pungli dikesampingkan, maka jangan heran Indonesia akan dianggap sebagai negara yang tak mampu menghadirkan kekuasaan negara di rumah sendiri.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER