Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak menilai pemerintah tidak menjalankan komitmen mengenai keterbukaan informasi kepada publik. Pernyataan ini disampaikan setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajukan banding di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) untuk membuka data peta hutan Indonesia dalam format shapefile.
"Greenpeace akan menghadapi banding KLHK, kami akan maju bila PTUN sudah memutuskan," kata Leonard di Jakarta, Rabu (9/11).
Pengajuan banding KLHK di PTUN bukan merupakan pengajuan banding pemerintahan pertama soal keterbukaan informasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia (FWI) Soelthon Gussetya Nanggara menjelaskan, pernah mengalami hal yang sama pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR).
Tahun lalu FWI mengajukan permohonan kepada ATR untuk membuka data izin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di seluruh Kalimantan. Setelah putusan KIP yang menyatakan data itu terbuka untuk publik, ATR malah mengajukan banding yang masih berjalan hingga kini.
Soelthon menjelaskan, tidak mempermasalahkan format yang FWI minta kepada ATR untuk dibuka saat itu. Ia hanya ingin pemerintah membuka informasi kepada publik sejelas-jelasnya.
"Jangan lemahkan keterbukaan publik lewat persidangan yang panjang. Jangan sampai juga prosesi itu melemahkan kita untuk mendorong pemerintah membuka informasi publik," kata Soelthon.
Sejak tahun lalu sampai saat ini, kata Leonard, pemerintah selalu memiliki alasan yang sama untuk tidak membuka data peta shapefile.
Di antaranya pemerintah sudah memberikan data peta dalam format jpeg dan pdf; data shapefile tidak bisa ditelusuri jika sudah diubah; dilindungi Undang-Undang Nomor 4 tahun 2011 tentang informasi geospasial; dan belum memiliki teknologi untuk melakukan pengesahan secara digital.
Leonard menjelaskan, alasan itu tidak relevan lantaran sudah ada putusan KIP. Greenpeace pun tidak sembarang meminta data peta shapefile untuk dibuka.
Dalam proses sidang, Greenpeace Indonesia sudah mendatangkan beberapa saksi ahli.
"Kami tidak membabi buta dan bukan kami tidak menawarkan solusi. Ada proses teknikal yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah teknis seperti teknologi. Makanya majelis Komisi Informasi yakin kalau ini aman dibuka," kata Leonard.
Kepala tim pemetaan dan riset kampanye hutan Greenpeace Indonesia Wirahandhieto menjelaskan, data shapefile dibutuhkan dalam analisis geospasial. Dari hasil analisis akan menddapat informasi seperti lokasi hutan yang sedang dibuka, lokasi kebakaran dan pemilik lahan yang terbakar.
Penyebab dan pemilik hutan serta lahan yang terbakar pun bisa diketahui.
"Kami dapat data shapefile tutupan hutan indonesia tahun 2009 dan 2011 pada tahun 2013 dari Kementerian Kehutanan saat itu. Tetapi kami butuh yang baru untuk update," kata Wira.
Wira menjelaskan, data dalam format shapefile hanya bisa dibuka dengan software pemetaan. Lewat software itu bisa terlihat secara jelas dan akurat letak hutan Indonesia.
Ia berharap masyarakat Indonesia bisa mengaplikasikan data format shapefile bila terbuka nanti. Tidak menutup kemungkinan Greenpeace akan mengadakan sosialisasi kepada publik soal data format shapefile.
Leonard menjelaskan, keterbukaan informasi soal data peta dalam format shapefile bukan hanya untuk Greenpeace, tetapi semua masyarakat Indonesia.
"Kalau pemerintah tidak jalankan putusan KIP, tidak sesuai dengan nilai transparansi," kata Leonard.
(rdk)