Kegagalan Polisi Beserban di Demo #411

Martahan Sohuturon | CNN Indonesia
Sabtu, 12 Nov 2016 10:15 WIB
Kepolisian dinilai gagal menerapkan strategi polisi beserban dan polwan berhijab untuk mengantisipasi kericuhan demo anti Ahok pada 4 November lalu.
Kepolisian dinilai gagal menerapkan strategi polisi beserban dan polwan berhijab untuk mengantisipasi kericuhan demo anti Ahok pada 4 November lalu. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Harapan sebagian warga di Jakarta agar demonstrasi di sekitar Istana Kepresidenan dapat berlangsung damai, bisa jadi gagal terwujud. Pasalnya, di ujung demonstrasi, kericuhan justru terjadi.

Ada aksi pembakaran sepeda motor dan mobil. Ada semprotan gas air mata. Korban luka pun berjatuhan: baik dari demonstran maupun aparat keamanan. 

Pemicu aksi para demonstran #411 yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia atau GNPF MUI itu, disebabkan soal Ahok yang diduga menista agama melalui kutipan surat Al Maidah. Ini ketika Ahok berbicara di depan warga Kepulauan Seribu pada September lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Antisipasi soal keamanan sebenarnya sudah diprioritaskan. Pelbagai upaya antisipasi persuasif agar kericuhan tak terjadi telah dilakukan polisi, termasuk mengeluarkan strategi anyar pengamanan demo.

Mulai dari menerjunkan personel yang mengenakan peci putih dan serban. Kemudian menugaskan personel polisi wanita berhijab agar berada di garda terdepan untuk bernegosiasi serta membagikan minuman atau permen kepada para demonstran.

Hingga akhirnya memerintahkan ratusan personel untuk melafalkan nama-nama dan sifat baik Allah atau Asmaul Husna saat demo berlangsung.
Semuanya dilakukan perdana, yakni pada demo 4 November lalu.
Polwan berhijab menjadi salah satu upaya pencegahan kericuhan dalam demo 4 November lalu. (CNN Indonesia/Puput Tripeni Juniman)Polwan berhijab menjadi salah satu upaya pencegahan kericuhan dalam demo 4 November lalu. (CNN Indonesia/Puput Tripeni Juniman)
Kepolisian di satu sisi, ingin mengubah pendekatannya. Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Muradi mengatakan ada empat poin yang diharapkan polisi melakukan berbagai upaya persuasif tersebut.

Pertama, polisi berusaha menyesuaikan diri dengan karakteristik demonstran. Demo 4 November adalah aksi sejumlah organisasi masyarakat yang berasal dari kalangan pemeluk agama Islam.

Dengan melakukan pendekatan yang lebih bersifat membujuk secara halus, polisi berharap dapat lebih berbaur dengan demonstran.

Kedua, dengan menerjunkan personel polisi wanita berhijab untuk bernegosiasi dan membagikan minuman atau permen, polisi berharap lebih bisa mengontrol emosi demonstran.

Dalam hal ini, polisi berusaha meredam massa yang datang dalam keadaan marah lantaran tersinggung dengan pernyataan Ahok agar tidak berbuat onar.

Ketiga, polisi ingin mengubah paradigma interaksi antara masyarakat dengan polisi yang selama ini terjadi. Di bawah kepemiminan Jenderal Tito Karnavian, polisi berusaha memperbaiki citra dirinya.

Keempat, polisi ingin menujukkan kepada publik bahwa peran dan tugas kepolisian bisa djalankan tanpa mengabaikan norma-norma kemanusiaan.

"Di negara lain, langkah seperti ini sudah diberlakukan. Polisi ingin baik di mata publik, tapi tetap menjalankan peran dan fungsi polisi itu sendiri," kata Muradi saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Jumat (11/11).
Kekisruhan terjadi usai demo anti Ahok pada Jumat malam. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)Kekisruhan terjadi usai demo anti Ahok pada Jumat malam. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Massa dan Minim Intel

Lantas, mengapa kericuhan masih terjadi?

Menurut Muradi, adanya dua instruksi berbeda di tengah demonstran membuat polisi sulit mengambil tindakan.

"Massa terpecah, kemudian massa tidak solid satu komando. Polisi jadi tidak tahu yang mana harus ditertibkan dulu," katanya.

Sementara itu, pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar menilai kericuhan terjadi di penghujung demonstrasi 4 November lantaran polisi kurang peka soal dugaan provokator yang menyusup.

Menurutnya, polisi seharusnya dapat memanfaatkan peran personel yang mengenakan peci putih dan sorban untuk mendeteksi keberadaan provokator di antara kerumunan demonstran.

"Polisi yang pakai peci dan sorban itu seharusnya masuk ke kerumunan massa. Kalau ada orang yang dicurigai provokator ikut kumpul tanya ke kelompoknya, itu rekannya atau bukan, jangan sampai timbul keonaran," ujarnya.

Ia pun menyindir minimnya jumlah intelijen yang berada di lokasi. Menurut Bambang, jumlah personel intelijen seharusnya diperbanyak agar polisi bisa dengan mudah memperoleh informasi terkait perkembangan situasi.

Selain itu, dengan memperbanyak jumlah personel intelijen, polisi juga akan lebih mudah untuk menyiapkan antisipasi kericuhan.

"Bisa deteksi cepat, provokator langsung diamankan. Kalau sudah gaduh, artinya kebobolan," ujar Bambang.

Hingga saat ini, polisi belum menetapkan provokator, aktor intelektual, ataupun otak dalam insiden ricuh demo 4 November. Polisi baru sebatas menetapkan lima orang anggota organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai tersangka dalam insiden ricuh demo 4 November.

Mereka adalah Sekretaris Jenderal HMI Amijaya Halim, Ramadhan Reubun, Ismail Ibrahim, Muhammad Rizal Berkat, dan Rahmat Muni alias Mato.

"Perannya, semua melawan petugas saat melakukan pengamanan demo," ucap Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Awi Setiyono, di Jakarta pada Jumat (11/11).

Cara-cara polisi beserban dan polwan berhijab bisa jadi belum cukup efektif untuk meredam demonstrasi #411 tersebut. Tentunya, kesiapan aparat kepolisian untuk menghadapi demo serupa akan terus diuji di masa mendatang.

Dan mungkin saja, lantunan Asmaul Husna, tak akan pernah cukup melawan para 'pengawal' fatwa MUI di penghujung aksi.

(asa)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER