Jakarta, CNN Indonesia -- Kemampuan para komisioner baru Badan Pengawas Pemilu untuk menangani sengketa pemilihan umum tahun 2019 diragukan. Seleksi komisioner yang saat ini digelar disebut tidak menyertakan penguasaan ilmu hukum sebagai syarat penerimaan.
Menurut Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi, ketiadaan syarat tersebut janggal. Alasannya, kata dia, draf RUU Pemilu yang kini tengah dibahas DPR dan pemerintah akan memberikan kewenangan menyelesaikan sengketa kepada Bawaslu.
"Kompetensi anggota belum cukup kuat untuk menanggung kewenangan besar Bawaslu itu," tutur Veri di Jakarta, Kamis (17/11).
Veri menuturkan, selain pemahaman dan pengalaman sebagai pengawas pemilu, anggota Bawaslu juga harus mengetahui seluk-beluk penyelesaian sengketa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merujuk draf
beleid pemilu baru, Veri berkata, nantinya Bawaslu bisa memeriksa dugaan pelanggaran pemilu, baik yang berunsur pidana maupun administrasi, tanpa asistensi Komisi Pemilihan Umum dan Polri.
"Karena didesain sebagai lembaga penyelesai sengketa juga, mestinya ada syarat yang akomodir supaya ada komisioner yang punya pengalaman di bidang hukum," katanya.
Reformasi LembagaUntuk mendukung kewenangan Bawaslu dalam menyelesaikan sengketa pemilu, perbaikan sistem rekruitmen pegawai juga diusulkan dilakukan di lembaga tersebut.
Menurut peneliti Sindikat Pemilu Demokrasi Erik Kurniawan, komposisi pegawai Bawaslu sebaiknya tidak hanya berasal dari kalangan pegawai negeri sipil. Erik mengusulkan adanya rekruitmen terhadap kalangan ahli atau profesional untuk mendukung kewenangan baru Bawaslu.
"Untuk menjawab kebutuhan desain kewenangan Bawaslu menyelesaikan sengketa, enaknya itu didorong semacam pegawai publik non PNS atau abdi publik," kata Erik.
Menurutnya, keberadaan profesional atau ahli di Bawaslu dapat meringankan beban anggaran negara. Penghematan akan muncul akibat berkurangnya rekruitmen PNS untuk mengisi kursi kepegawaian di Bawaslu.
Selain itu, kinerja Bawaslu juga diyakini meningkat jika banyak tenaga ahli atau profesional yang bekerja di sana. "Jadi kinerjanya juga lebih optimal karena dalam bekerja yang dituntut adalah prestasi kalau pekerja mau mendapat tunjangan lebih besar."
(abm/asa)