Jaksa Tuntut Panitera PN Jakpus Penjara Delapan Tahun

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Senin, 21 Nov 2016 19:37 WIB
Jaksa mendakwa Edy menerima suap sebesar Rp2,3 miliar, untuk mengurus perkara perdata dua anak usaha Grup Lippo di PN Jakarta Pusat.
Panitera PN Jakarta Pusat dituntut delapan tahun dalam perkara suap yang digelar di Pengadilan Tipikor. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menuntut Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dengan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp300 juta subsidier lima bulan kurungan.

Jaksa mendakwa Edy menerima suap sebesar Rp2,3 miliar dari petinggi Grup Lippo, Doddy Aryanto Supeno. Uang itu diduga untuk mengurus perkara perdata dua anak usaha Grup Lippo di PN Jakarta Pusat.

"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara delapan tahun dan denda Rp300 juta subsidier lima bulan kurungan," ujar jaksa Dzakiyul Fikri saat membacakan tuntutan, Senin (21/11).
Edy terbukti menerima uang tersebut secara bertahap. Uang pertama sebesar Rp1,5 miliar dalam bentuk dollar Singapura dan Rp100 juta diberikan Doddy atas persetujuan Komisaris Grup Lippo, Eddy Sindoro. Selanjutnya pemberian uang sebesar US$50 ribu dan Rp50 juta diberikan pada Edy atas perintah staf legal Grup Lippo, Wresti Kristian Hesti.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam persidangan, Edy menampik semua pemberian uang tersebut. Ia hanya mengakui pemberian uang Rp50 juta dari Doddy yang digunakan untuk hadiah perkawinan anaknya. Namun dari rekaman percakapan antara Edy dengan Hesti, terungkap bahwa tidak ada penyerahan uang yang ditujukan bagi pernikahan anak terdakwa.

"Meminta majelis hakim mengesampingkan alasan terdakwa yang menyebutkan pemberian uang untuk hadiah perkawinan anak terdakwa," kata jaksa.

Dalam pertimbangannya, JPU menyatakan bahwa perbuatan Edy sebagai panitera telah mencederai lembaga peradilan. Atas tuntutan tersebut, Edy mengajukan pledoi atau nota pembelaan yang akan dibacakan pada persidangan 30 Oktober mendatang.
Sebelumnya, Edy didakwa menerima suap sebesar Rp2,3 miliar. Suap ini diberikan untuk menunda salinan putusan perkara dua anak usaha Group Lippo di PN Jakarta Pusat yakni PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dengan PT Kwang Yang Motor Co, Ltd (Kymco) serta PT First Media melawan PT Across Asia Limited (AAL).

Uang itu diberikan agar Edy menunda proses pelaksanaan putusan pengadilan terkait perkara perdata yang melibatkan PT MTP dan PT AAL. Diketahui PT MTP tak memenuhi panggilan aanmaning atau peringatan pengadilan untuk melaksanakan putusan terkait dengan perkara perdata dengan PT Kymco.

Pemberian suap yang terakhir diberikan Doddy kepada Edy di Hotel Acacia pada 20 April 2016. Tak lama setelah penyerahan uang itu, Edy dicokok petugas KPK bersama barang bukti berupa tas kertas bermotif batik yang berisi uang Rp50 juta. (yul)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER